Komodo Hasil Tindak Pidana di Jawa Timur Dikembalikan ke Habitatnya di Flores-NTT
digtara.com - Seekor satwa liar biawak komodo (varanus komodoensis) hasil penanganan tindak pidana bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dikembalikan ke habitatnya di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga:
Penyerahan kembali satu ekor komodo ini dilakukan pada Senin (18/11/2024) di gedung Visitor Center Taman Nasional Komodo.
Serah terima satwa liar dilindungi dengan jenis Biawak Komodo (Varanus komodoensis) dilakukan Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Selanjutnya komodo tersebut akan dilepasliarkan di kawasan TWAL 17 Pulau (Pulau Ontoloe) Kabupaten Ngada, NTT dan dilakukan pemantauan perilaku dan pergerakan melalui pemasangan GPS Telemetry secara rutin.
Satwa liar Komodo tersebut merupakan hasil penanganan tindak pidana di bidang KSDAHE oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Timur tanggal 13 Maret 2024.
Komodo tersebut dititipkan kepada BBKSDA Jawa Timur berdasarkan surat No.B/2407/11/PAM.5.3/2024/ Ditreskrimsus, dan telah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya
No.862/Pid.Sus/LH/2024/PN Sby tanggal 11 Juli 2024.
Proses hukum tindak pidana dalam kasus ini, telah Inkrah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 862/Pid.Sus/LH/2024/PN Sby, tanggal 11 Juli 2024, dimana menjatuhkan pidana terdakwa dengan pidana penjara selama 10 bulan dan denda Rp 10.000.000,00 subsidair selama tiga bulan kurungan.
Menetapkan barang bukti satu ekor Komodo dalam keadaan hidup, dikembalikan ke negara melalui BBKSDA Jawa Timur dengan BBKSDA NTT.
Berdasarkan hasil uji tes geneologi dari Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Biologi UGM, satwa Komodo tersebut merupakan komodo dengan wilayah sebaran habitat alami dari Pulau Flores bagian utara.
Sebagai upaya penyelamatan dan pelestarian satwa komodo tersebut, Senin 18 November 2024 diserah terimakan satwa komodo antara BBKSDA Jawa Timur dengan BBKSDA NTT.
Kepala Balai Besar KSDA NTT, Ir Arief Mahmud, M.Si menyampaikan bahwa pentingnya mencegah perdagangan satwa liar ilegal dan meningkatkan upaya penindakan hukum.
Dengan berlakunya Undang-Undang nomor 32 tahun 2024 adalah UU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya diharapkan sanksi hukum terhadap pelaku perdagangan satwa akan lebih tegas.