Prihatin Dengan Pendidikan Anak di Desa, Bhabinkamtibmas di Sumba Timur Galang Kerjasama Dengan Warga Bangun Sekolah Darurat

digtara.com - Tekad pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang merata bagi seluruh anak usia sekolah belum sepenuhnya terpenuhi.
Baca Juga:
Di Kabupaten Sumba Timur, NTT misalnya, sejumlah anak harus putus sekolah pasca tamat bangku sekolah dasar.
Tingginya angka putus sekolah bagi anak usia sekolah ini karena ketiadaan sarana pendidikan setingkat SMP serta akses yang jauh dan ketiadaan sarana transportasi.
Desa Hanggaroru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu wilayah yang merasakan kondisi ini.
Baca Juga:
Setamat sekolah dasar, anak-anak usia sekolah ini lebih banyak bekerja membantu orang tua di kebun dan sawah.
Kondisi ini menjadi keprihatinan dan perhatian dari Aipda Suryanto, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) desa Hanggaroru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
Sejak mengemban tugas tersebut pada 2015 lalu, ia melihat belasan anak usia sekolah tidak bisa mengenyam pendidikan lanjutan karena lokasi sekolah yang sangat jauh serta ketiadaan angkutan umum dan sarana transportasi dari desa hingga ke lokasi SMP terdekat (28 kilometer).
Ia kemudian menggalang dukungan warga untuk mendirikan sekolah sehingga bisa menampung anak-anak setamat dari bangku sekolah dasar.
Baca Juga:
Saat itu, mereka menampung 19 siswa untuk bersekolah. Namun mereka terkendala ruang kelas dan bangunan untuk proses belajar mengajar.
Mereka kemudian memanfaatkan bangunan bekas transmigrasi sebagai tempat untuk proses belajar mengajar sementara.
Proses tersebut berjalan lancar saat musim kering. Namun masalah muncul saat musim hujan tiba. Atap bangunan yang sudah bocor membuat ruangan akan terkena hujan dan tergenang air sehingga mereka pun mencari alternatif lain.
Bersama warga setempat dan didukung kepala desa Hanggaroru, Hina Tanggumara, Aipda Suryanto merintis pembangunan gedung sekolah.
Baca Juga:Dukungan dari warga di 14 RT se Desa Hanggaroru menjadi modal utama. secara swadaya warga mengumpulkan bahan untuk membangun gedung sekolah. Pekerjaan pun dilakukan secara gotong royong.
Namun pekerjaan terkendala dan tersendat karena minimnya material untuk membangun bangunan sekolah yang layak.
Aipda Suryanto dan warga setempat hanya bisa membangun bangunan ukuran 8 x 26 meter persegi yang disekat menjadi tiga ruang kelas. Atap bangunan menggunakan seng dengan dinding gedek (kayu bambu yang diayam) dan lantai kasar.
Bangunan pun jadi dan 19 siswa pun bisa mengeyam pendidikan seadanya. Mereka pun tetap tekun mencari modal membangun bangunan sekolah. Pada tahun 2018 hingga 2019, warga kembali menyumbang material bangunan, Masing-masing warga menyumbang lima batang kayu dan bambu sehingga bangunan makin layak pakai.
Baca Juga:
Kendala tidak berhenti sampai disitu. Pada tahun 2020 dan 2021, bangunan sekolah berulang kali roboh dan rusak dan warga pun kembali memperbaiki.
"Tekad warga memiliki sekolah menengah sangat kuat sehingga bangunan yang roboh dan rusak kembali kami perbaiki sehingga bisa membuat siswa nyaman belajar," ujar Aipda Suryanto saat dihubungi pada MInggu (28/9/2025).
Beruntung pada tahun 2021, ada pelayanan dari sebuah yayasan dari Jakarta di desa Hanggaroru. Yayasan tersebut fokus pada pelayanan dan membantu gereja.
Namun Aipda Suryanto, kepala desa dan warga memberanikan diri meminta bantuan yayasan tersebut membantu mereka memperbaiki bangunan sekolah.
Baca Juga:
98 siswa di sekolah saat ini diajar oleh delapan orang guru. Hanya kepala sekolah yang berstatus ASN. Tujuh orang lainnya merupakan guru honor. Aipda Suryanto pun turun tangan menjadi guru.
ia memanfaatkan waktu luangnya diluar tugas kepolisian untuk mengajar di SMP TK Hanggaroru ini. Aipda Suryanto bertugas mengajar mata pelajaran pendidikan jasmani dan melatih siswa untuk peraturan baris berbaris (PBB) dan tata upacara.
Upaya mencari berbagai bantuan juga terkendala karena belum ada perhatian dari pemerintah daerah dan pusat.
Beruntung saat ini sekolah ini sudah mendapat perhatian dari Kementerian Agama sehingga mendapatkan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS).
Bagi tujuh guru honorer, mereka digaji dari dana BOS, inisiatif Kementerian Agama dan kepedulian orang tua siswa melalui komite sekolah.
Baca Juga:
"Kami dan warga sangat rindu ada bangunan sekolah SMP di desa kami supaya anak-anak tidak putus sekolah lagi," tandasnya.
Walau harus berbagi waktu untuk mengajar, Aipda Suryanto sendiri tetap mengutamakan tugas utamanya sebagai anggota Polri mengunjungi dan menjaga keamanan dan ketertiban di desa binaannya.
Ia juga mengaku tidak terbeban dengan tugas tambahannya untuk mengajar secara gratis. "Semuanya saya lakukan demi kecerdasan anak bangsa dan supaya jangan ada lagi anak usia sekolah yang tidak bersekolah," tandasnya.
Baca Juga:
Ia juga berterima kasih kepada Aipda Suryanto yang dengan gigih membantu membangun sekolah bahkan ikut terlibat untuk mengajar walau tanpa gaji.

FKLL, Solusi Membangun Budaya Keselamatan Berlalu Lintas di Sumba Timur

Satlantas Polres Sumba Timur Latih Ojol Soal Penanganan Pertama Gawat Darurat

Kabupaten Sumba Timur Jadi Lokasi Lintasan Tour de EnTeTe, Kapolres Sampaikan Sejumlah Himbauan Keamanan

Aksi Pencurian Terekam CCTV, Dua Residivis Pencuri Ternak di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Dua Warga Pencuri Enam Ekor Kuda di Sumba Timur Dibekuk Polisi

10 Karyawan PT MSM Sumba Timur Kedapatan Curi Pupuk Milik Perusahaan

Puluhan Ton Beras SPHP Disalurkan Polda NTT Lewat Gerakan Pangan Murah

Polisi Pastikan Pelaku Pencabulan Anak Dibawah Umur di Manggarai Timur Tewas Bunuh Diri

Prihatin Dengan Pendidikan Anak di Desa, Bhabinkamtibmas di Sumba Timur Galang Kerjasama Dengan Warga Bangun Sekolah Darurat

Rekomendasi Saham dan Arah IHSG Hari Ini, Senin 29 September 2025

Polantas Kembali Amankan Belasan Sepeda Motor Dalam Operasi Akhir Pekan

Nilai Tukar Rupiah Melemah di Awal Pekan, Sentimen Global Tekan Pasar

Kapolres Nagekeo Temui Keluarga Vian Ruma dan Pastikan Penanganan Kasus Transparan
