Senin, 29 September 2025

Prihatin Dengan Pendidikan Anak di Desa, Bhabinkamtibmas di Sumba Timur Galang Kerjasama Dengan Warga Bangun Sekolah Darurat

Imanuel Lodja - Senin, 29 September 2025 10:16 WIB
Prihatin Dengan Pendidikan Anak di Desa, Bhabinkamtibmas di Sumba Timur Galang Kerjasama Dengan Warga Bangun Sekolah Darurat
istimewa
Aipda Suryanto, Bhabinkamtibmas Desa Hanggaroru Kabupaten Sumba Timur saat mengajar di sekolah SMP TK yang dirintisnya

digtara.com - Tekad pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang merata bagi seluruh anak usia sekolah belum sepenuhnya terpenuhi.

Baca Juga:

Di Kabupaten Sumba Timur, NTT misalnya, sejumlah anak harus putus sekolah pasca tamat bangku sekolah dasar.

Tingginya angka putus sekolah bagi anak usia sekolah ini karena ketiadaan sarana pendidikan setingkat SMP serta akses yang jauh dan ketiadaan sarana transportasi.

Desa Hanggaroru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu wilayah yang merasakan kondisi ini.

Baca Juga:

Jarak desa sejauh 28 kilometer ke lokasi SMP membuat anak-anak di desa Hanggaroru memutuskan tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Desa ini berada pada jarak 25 kilometer dari ibukota kecamatan setempat.

Setamat sekolah dasar, anak-anak usia sekolah ini lebih banyak bekerja membantu orang tua di kebun dan sawah.

Kondisi ini menjadi keprihatinan dan perhatian dari Aipda Suryanto, Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) desa Hanggaroru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.

Sejak mengemban tugas tersebut pada 2015 lalu, ia melihat belasan anak usia sekolah tidak bisa mengenyam pendidikan lanjutan karena lokasi sekolah yang sangat jauh serta ketiadaan angkutan umum dan sarana transportasi dari desa hingga ke lokasi SMP terdekat (28 kilometer).

Ia kemudian menggalang dukungan warga untuk mendirikan sekolah sehingga bisa menampung anak-anak setamat dari bangku sekolah dasar.

Baca Juga:

Pada tahun 2017, Aipda Suryanto didukung warga masyarakat membangun SMP Teologi Kristen Hanggaroru.

Saat itu, mereka menampung 19 siswa untuk bersekolah. Namun mereka terkendala ruang kelas dan bangunan untuk proses belajar mengajar.

Mereka kemudian memanfaatkan bangunan bekas transmigrasi sebagai tempat untuk proses belajar mengajar sementara.

Proses tersebut berjalan lancar saat musim kering. Namun masalah muncul saat musim hujan tiba. Atap bangunan yang sudah bocor membuat ruangan akan terkena hujan dan tergenang air sehingga mereka pun mencari alternatif lain.

Bersama warga setempat dan didukung kepala desa Hanggaroru, Hina Tanggumara, Aipda Suryanto merintis pembangunan gedung sekolah.

Baca Juga:

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru