Jumat, 25 Juli 2025

Istri Gubernur NTT dan Aktivis Lapor Komisi III DPR RI Soal Lambannya Proses Hukum Mantan Kapolres Ngada

Imanuel Lodja - Rabu, 21 Mei 2025 17:05 WIB
Istri Gubernur NTT dan Aktivis Lapor Komisi III DPR RI Soal Lambannya Proses Hukum Mantan Kapolres Ngada
ist
Istri Gubernur NTT dan Aktivis Lapor Komisi III DPR RI Soal Lambannya Proses Hukum Mantan Kapolres Ngada

digtara.com - Lambannya proses hukum terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar menjadi perhatian serius Ny Asti Lakalena, istri gubernur NTT Melkiedes Lakalena.

Baca Juga:

Bersama aktivis yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak (APPA) NTT, mereka mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III dan XIII DPR-RI, Selasa (20/5/2025) kemarin.

RDP ini dilakukan atas pengaduan yang telah dilakukan oleh APA NTT dan Forum Perempuan Diaspora NTT, terkait dengan dugaan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada beberapa waktu lalu.

APPA NTT dan Forum Perempuan Diaspora NTT mendatangi DPR RI untuk memberikan keterangan dan update informasi terbaru mengenai perkembangan penangangan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada.

Kementrian dan beberapa Lembaga negara juga hadir dalam RDP tersebut, diantaranya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Ombusman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Disabilitas Nasional dan beberapa organisasi sipil lainnya yaitu OUR Rescue dan JarNas Anti TPPO.

Dalam RDP tersebut, Asti Lakalena yang didampingi oleh pendamping hukum korban menyampaikan ke DPR RI, mengenai perkembangan penanganan kasus yang mengalami kemandekan, karena sampai saat ini belum ada perkembangan lanjutan berkas perkara dari polisi ke jaksa.

Asti yang merupakan istri Gubernur NTT itu menyampaikan bahwa berkas perkara masih bolak balik antara penyidik Polda NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT.

Korban, keluarga korban dan masyarakat NTT sangat membutuhkan kepastian hukum agar keadilan bagi korban tercapai.

"Kenapa kasus ini dikawal oleh kami, karena data kasus kejahatan seksual di NTT meningkat dalam 15 tahun terakhir. Ini disampaikan berdasarkan fakta atas data dari Kepala Kantor Wilayah Pemasyarakatan NTT, yang mana 75 persen narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan merupakan pelaku kejahatan seksual," ungkap Asti, Rabu (21/5/2025).

Koordinator Forum Perempuan Diaspora NTT - Jakarta, Sere Aba meminta komitmen dari DPR RI untuk mengawal dan mengawas proses penegakan hukum kasus ini, dan memastikan kepada Kejaksaan Agung dan LPSK untuk memberikan pemenuhan hak-hak korban khususnya hak atas pemulihan dan restitusi.

Sere juga meminta kepada Mahkamah Agung yang merupakan mitra Komisi III DPR RI untuk merekomendasikan komposisi majelis hakim yang berperspektif terhadap korban dan sensitifitas gender.

Pendamping hukum korban, Veronika Ata juga menyampaikan bahwa pihaknya akan mengawal proses hukum kasus ini hingga putusan yang adil bagi korban.

"Permintaan RDP ini dilakukan oleh kami, karena kami melihat penanganan kasus ini sangat lamban dan tidak transparan," ujarnya.

Tori Ata yang juga menjabat sebagai Ketua LPA NTT meminta agar seluruh hak-hak korban dapat diberikan sesuai dengan Undang-Undang 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan saksi dan korban, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual.

Sejumlah tuntutan APPA NTT Kepada DPR RI antara lain agar Komisi III DPR RI mengawasi dan mengawal proses hukum yang diduga dilakukan oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (mantan Kapolres Ngada).

Juga meminta agar proses hukum dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tidak tunduk pada kekuasaan struktural pelaku.

"menjerat dan menghukum pelaku seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan pidana penjara maksimal dan hukuman kebiri kimia serta, melindungi korban, keluarga korban dan saksi," ujarnya

Meminta Komisi III DPR RI mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk memastikan penyidik Kepolisian Daerah NTT menjerat pelaku dengan UU RI nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Memastikan proses hukum yang ramah pada korban dan anak.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Arie
SHARE:
Tags
Berita Terkait
JPU Tidak Hadirkan Saksi dari Para Korban Kekerasan Seksual, Sidang Ditunda dan Pekan Depan Sidang Secara Virtual

JPU Tidak Hadirkan Saksi dari Para Korban Kekerasan Seksual, Sidang Ditunda dan Pekan Depan Sidang Secara Virtual

Sidang Keempat, Eksepsi Mantan Kapolres Ngada Ditolak Hakim

Sidang Keempat, Eksepsi Mantan Kapolres Ngada Ditolak Hakim

Sidang Ketiga Mantan Kapolres Ngada, JPU Nyatakan Dakwaan Terhadap Sesuai KUHAP

Sidang Ketiga Mantan Kapolres Ngada, JPU Nyatakan Dakwaan Terhadap Sesuai KUHAP

Pekan Depan Giliran JPU Beri Tanggapan Dalam Sidang Mantan Kapolres Ngada

Pekan Depan Giliran JPU Beri Tanggapan Dalam Sidang Mantan Kapolres Ngada

Sidang Kedua Dengan Agenda Eksepsi, PH AKBP Fajar Sebut Dakwaan Jaksa Tidak Lengkap

Sidang Kedua Dengan Agenda Eksepsi, PH AKBP Fajar Sebut Dakwaan Jaksa Tidak Lengkap

20 Hari Kedepan Sidang Lanjutan Terdakwa Fani Dengar Keterangan Saksi

20 Hari Kedepan Sidang Lanjutan Terdakwa Fani Dengar Keterangan Saksi

Komentar
Berita Terbaru