Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter TNI, IPW Pertanyaan Penghentian Penyidikan
digtara. com – Indonesia Police Watch (IPW) meminta, Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi TNI memerintahkan Panglima TNI menjelaskan pada masyarakat terkait alasan hukum penghentian penyidikan oleh Puspom TNI dalam perkara korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
Baca Juga:
Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meneruskan proses hukum korupsi Helikopter dengan melakukan upaya paksa menahan tersangka Irfan Kurnia Saleh pada 24 Mei 2022.
Penjelasan oleh Panglima TNI sangat penting agar masyarakat tidak dibingungkan dengan fenomena pertentangan diametral penegakan hukum dalam perkara korupsi pengadaan Heli AW-101. Sebab, pada akhir tahun 2021, Puspom TNI menghentikan kasus korupsi helikopter AW-101 lima tersangka yakni Marsma FA, Kolonel FTS, Letkol WW, Pelda S dan Marsda SB.
Sementara untuk pokok perkara sama yang menimpa warga sipil yakni pengusaha Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Juni 2017, dan beberapa hari lalu telah ditahan KPK untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dlm proses hukum di peradilan tipikor.
Baca: Lakukan Tindakan Represif Warga Desa Wadas, IPW Desak Kapolri Evaluasi Kapolda Jateng
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai dengan adanya satu pokok perkara yang sama, tetapi dengan penegakan hukum yg berbeda ini akan menciderai penegakan hukum di Indonesia. Utamanya, dalam pemberantasan korupsi sehingga Presiden Joko Widodo harus turun tangan.
Padahal, awal proses kasus ini dibongkar tahun 2016, antara Puspom TNI dengan KPK sejalan dimana Puspom TNI dan KPK sepakat, telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan Heli AW-101. Penetapan tersangka kepada 5 anggota TNI oleh puspom TNI dan 1 warga sipil oleh KPK sudah tepat karena unsur-unsur melawan hukum dan atau penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian negara dinilai telah terpenuhi oleh penyidik .
Namun, dengan dihentikannya penyidikan oleh Puspom TNI dan tanpa penjelasan alasannya, menjadikan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi menjadi timpang. Sehingga, dengan ditahannya tersangka dari pihak swasta oleh KPK menjadi batu ujian pelaksanaan hukum di Indonesia, termasuk pengujian kapasitas Jenderal Andika Perkasa yang saat ini oleh beberala pihak diusulkan masuk dalam kontestasi Pilpres.
Disebutkan Santoso, sesuai penjelasan ketua KPK Firli Bahuri pengadaan Heli AW 101 tersebut didahului adanya pertemuan antara tersangka Irfan, Lorenzo Pariani dari perwakilan perusahaan Heli AW dengan Mohammad Syafei Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di wilayah Cilangkap, Jakarta yang membahas pengadaan Helikopter AW-101 dan diduga memberikan proposal terkait pengadaan heli AW-101.
Harga satu unit senilai 56,4 Juta dolar, sementara harga satu unit pembelian Heli AW 101 kepada pihak produsen Heli AW 101 hanya 39,3 juta dolar.
Ketua KPK Firli Bahuri juga menyatakan, dalam tahapan lelang, panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan tersangka Irfan dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) kontrak pekerjaan. Selain itu dijelaskan oleh Firli kalau Irfan telah menerima pembayaran penuh tetapi barang yang diserahkan yakni heli AW-101 tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak.
Indonesia Police Watch (IPW) mengkhawatirkan kasus yang diajukan oleh KPK atas nama tersangka Irfan Kurnia Saleh pada persidangan Pengadilan Tipikor akan kandas karena terjadinya pertentangan penetapan antara Puspom TNI dan KPK dalam memandang perkara ini. Selain itu, kandasnya perkara ini bisa saja karena kurang pihak disebabkan oleh Puspom TNI menghentikan perkara ditingkat penyidikan.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo diharapkan dapat meminta penjelasan pada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait perkara ini demi tegaknya prinsip-prinsip negara hukum yang diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945, ujar Teguh Santoso, bersama Data Wardhana Sekjen Indonesia Police Watch.
Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter TNI, IPW Pertanyaan Penghentian Penyidikan