Dolar AS Melemah, Pasar Fokus pada Arah Suku Bunga The Fed dan Kebijakan Fiskal

Baca Juga:
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia, turun 0,27% ke level 97,71.
Penurunan ini terjadi setelah dolar melemah tajam pada awal pekan, menyusul tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran—faktor geopolitik yang sebelumnya sempat mendorong penguatan dolar.
"Pasar saat ini sedang menunggu katalis baru," ujar Steve Englander, Kepala Riset FX G10 dan Strategi Makro Amerika Utara di Standard Chartered Bank New York, dikutip dari Reuters, Kamis (26/6/2025).
Sinyal Dovish dari The Fed Dorong Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga
Pelemahan dolar juga dipengaruhi oleh meningkatnya harapan pasar terhadap penurunan suku bunga lanjutan tahun ini.
Dalam sesi kedua testimoninya di Kongres, Ketua The Fed Jerome Powell menyinggung dampak tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump terhadap inflasi.
Powell menyatakan bahwa jika bukan karena kebijakan tarif, The Fed kemungkinan sudah mulai menurunkan suku bunga.
Pernyataan ini dipandang sebagai sinyal dovish, berbeda dengan sikap lebih hati-hati yang ia sampaikan pekan lalu.
"Pernyataan itu langsung disambut positif oleh pasar karena dinilai menunjukkan kesiapan The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter," ujar Englander.
Dua pejabat The Fed lainnya, Michelle Bowman dan Christopher Waller, turut mendukung pelonggaran suku bunga segera.
Akibatnya, pasar kini memproyeksikan pemangkasan sebesar 62 basis poin (bps) hingga akhir 2025, naik dari proyeksi sebelumnya sebesar 46 bps. Pemangkasan pertama diperkirakan terjadi pada September.
"Investor melihat testimoni Powell sebagai indikasi bahwa The Fed tengah menyiapkan landasan untuk pemangkasan pada awal musim gugur," kata Karl Schamotta, Kepala Strategi Pasar di Corpay, Toronto.
Negosiasi Dagang dan Tarif Kembali Jadi Perhatian
Pasar juga mulai kembali mencermati perkembangan negosiasi dagang AS, menjelang tenggat 9 Juli yang ditetapkan pemerintahan Trump untuk mencapai kesepakatan dan menghindari pemberlakuan tarif balasan.
Englander memprediksi tenggat ini kemungkinan akan diperpanjang, terutama karena Kongres masih membahas RUU Pajak dan Belanja Pemerintah.
Penangguhan tarif ini diperkirakan akan memperbaiki sentimen risiko dan memberikan tekanan tambahan terhadap dolar.
Pergerakan Mata Uang Global
- Euro melonjak 0,43% menjadi US$1,1658, tertinggi sejak Oktober 2021. Kenaikan ini turut ditopang ekspektasi meningkatnya belanja fiskal di kawasan Eropa.
- Poundsterling menguat 0,33% ke US$1,3659, tertinggi sejak Januari 2022.
- Sebaliknya, dolar AS justru naik 0,18% terhadap yen Jepang, ke level 145,17.
Rilis ringkasan kebijakan moneter Bank of Japan (BoJ) menunjukkan keputusan untuk menahan suku bunga, di tengah ketidakpastian dampak tarif AS terhadap ekonomi Jepang.
Namun, salah satu anggota dewan yang lebih hawkish memperingatkan bahwa BoJ harus siap menaikkan suku bunga secara agresif jika tekanan inflasi meningkat.
Dengan prospek suku bunga yang kembali dilonggarkan dan ketegangan geopolitik yang mereda, dolar AS berpotensi menghadapi tekanan lebih lanjut dalam beberapa pekan mendatang.
Pasar kini mencermati pernyataan lanjutan dari pejabat The Fed dan perkembangan pembicaraan tarif menjelang tenggat Juli mendatang.

Rupiah Diperkirakan Bergerak di Rentang Sempit Rp16.280–Rp16.330 Hari Ini

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini, Senin 21 Juli 2025: Waspadai Pelemahan di Tengah Ketidakpastian Global

Dolar AS Melemah, Harga Emas Naik di Akhir Pekan

IHSG Masih Menguat ke Level 7.100 pada Rabu, Tapi Waspada Potensi Koreksi

Rupiah Menguat Tajam, Dolar AS Melemah, Akibat Kebijakan Trump?
