Rabu, 22 Oktober 2025

Hentikan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Saatnya Rumah Jadi Tempat Aman

Redaksi - Jumat, 17 Oktober 2025 08:07 WIB
Hentikan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Saatnya Rumah Jadi Tempat Aman
Ilustrasi.

digtara.com - Bayangkan kamu pulang ke rumah setelah seharian bekerja atau belajar. Seharusnya, rumah adalah tempat paling aman dan nyaman untuk beristirahat, tempat kita merasa dicintai dan diterima. Tapi bagi sebagian orang, rumah justru menjadi tempat paling menakutkan. Bukan karena gelap atau sunyi, tapi karena ada seseorang di dalamnya yang menyakiti secara fisik, emosional, bahkan seksual.

Baca Juga:

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukan sekadar cerita di berita malam. Ia nyata, dekat, dan sering kali tersembunyi di balik dinding rumah yang tampak tenang. Banyak korban hidup dalam diam, menahan luka yang tak terlihat, karena takut dianggap memalukan, takut tidak dipercaya, atau takut kehilangan tempat tinggal dan anak-anaknya. Mereka terjebak dalam siklus kekerasan yang terus berulang, tanpa tahu bagaimana cara keluar.

Luka yang Tak Terlihat

Luka emosional yang ditimbulkan oleh kekerasan psikis bisa bertahan lebih lama daripada luka fisik. Korban bisa kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak berharga, dan mengalami gangguan mental seperti depresi atau PTSD. Dan karena luka ini tidak terlihat, sering kali orang di sekitar tidak menyadari bahwa seseorang sedang menderita.

Menurut Pratiwi (2020), KDRT adalah pelanggaran hak asasi manusia. Ia merampas rasa aman, martabat, dan kebebasan seseorang. Dan yang paling menyedihkan, kekerasan ini sering dianggap "wajar" dalam rumah tangga. Banyak yang bilang, "Namanya juga rumah tangga, pasti ada ribut-ribut." Padahal, ada batas antara konflik dan kekerasan. Konflik bisa diselesaikan dengan komunikasi, tapi kekerasan adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan.

KDRT bukan hanya soal tamparan atau pukulan. Luka yang ditinggalkan bisa jauh lebih dalam dan tidak selalu tampak di kulit. Kata-kata kasar, ancaman, kontrol berlebihan, bahkan penelantaran juga termasuk kekerasan. Banyak korban memilih diam, bukan karena kuat, tapi karena takut: takut disalahkan, takut tidak dipercaya, atau takut kehilangan segalanya.

Bentuk Kekerasan: Nggak Selalu Soal Pukulan

Kekerasan ekonomi, misalnya, terjadi ketika pasangan mengontrol seluruh keuangan dan tidak memberi akses kepada korban untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kekerasan sosial terjadi ketika korban dilarang berinteraksi dengan orang lain, bahkan keluarga sendiri. Semua bentuk itu sama-sama menyakitkan dan merusak, karena pada intinya, kekerasan adalah bentuk dominasi dan penghilangan hak seseorang untuk hidup bebas dan bermartabat.

Sari (2021) menyebutkan bahwa kekerasan bisa muncul dari ketimpangan kekuasaan dalam relasi suami-istri, tekanan ekonomi, dan budaya patriarki. Kekerasan seksual juga sering terjadi, bahkan dalam pernikahan, seperti pemaksaan hubungan tanpa persetujuan. Dan jangan lupa, penelantaran rumah tangga seperti tidak diberi nafkah, dilarang bekerja, atau dikekang secara berlebihan juga termasuk kekerasan.

Kekerasan dalam rumah tangga punya banyak wajah. Ada kekerasan fisik seperti menampar, menendang, atau memukul. Tapi ada juga kekerasan psikis yang lebih halus: kata-kata kasar, ancaman, penghinaan, atau kontrol berlebihan yang membuat korban kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak berharga.

Negara Harus Hadir, Bukan Sekadar Menonton

Selain itu, aparat penegak hukum dan tenaga medis harus dilatih untuk menangani kasus KDRT dengan empati dan profesionalisme. Jangan sampai korban yang sudah berani melapor justru dipersulit atau disalahkan. Negara juga perlu memperluas akses terhadap shelter, konseling gratis, dan bantuan hukum yang mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Lestari (2022) menyoroti pentingnya pendampingan psikologis dan spiritual. Karena pulih dari kekerasan bukan cuma soal mengobati luka fisik, tapi juga membangun kembali keberanian untuk hidup tanpa rasa takut. Negara harus hadir bukan hanya sebagai penegak hukum, tapi sebagai pelindung yang aktif dan responsif terhadap kebutuhan korban.

Indonesia punya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Dalam 1x24 jam setelah laporan, polisi wajib memberi perlindungan sementara. Tapi kenyataannya, banyak korban masih kesulitan mengakses bantuan hukum, layanan medis, atau tempat aman. Banyak yang tidak tahu harus melapor ke mana, atau takut proses hukum akan memperburuk keadaan.

Keluarga: Tempat Belajar Tidak Menyakiti

Orang tua perlu menjadi teladan dalam menyelesaikan konflik secara sehat. Jangan biasakan anak melihat kekerasan sebagai solusi. Ajarkan mereka bahwa marah itu manusiawi, tapi menyakiti orang lain bukanlah cara yang benar untuk mengekspresikan emosi.

Keluarga adalah tempat pertama seseorang belajar tentang cinta dan empati. Kalau sejak kecil mereka diajarkan kasih sayang, besar kemungkinan mereka akan menularkannya juga. Sebaliknya, anak-anak yang tumbuh dalam kekerasan berisiko mengulang pola yang sama di masa depan. Maka, membangun keluarga yang sehat adalah langkah awal menghentikan siklus kekerasan.

Pencegahan KDRT bisa dimulai dari hal sederhana: komunikasi yang jujur, saling menghargai, dan kesetaraan. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan penuh kasih sayang akan belajar bahwa konflik nggak harus diselesaikan dengan kekerasan. Mereka akan tumbuh dengan pemahaman bahwa cinta itu tidak menyakiti.

Media dan Masyarakat: Suara yang Harus Didengar

Media juga bisa berperan dalam edukasi publik, menyebarkan informasi tentang hak-hak korban, prosedur pelaporan, dan layanan yang tersedia. Semakin banyak orang tahu, semakin besar kemungkinan korban mendapatkan bantuan.

Solidaritas sosial bisa jadi benteng awal untuk melindungi korban dan mencegah kekerasan berulang. Jangan anggap KDRT sebagai urusan pribadi. Dengarkan tanpa menghakimi, bantu tanpa menuntut, dan sebarkan pesan bahwa cinta nggak pernah menyakiti. Kita semua punya tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung.

Media punya peran besar dalam menyuarakan pentingnya menghentikan KDRT. Kampanye sosial yang menyentuh bisa mengubah cara pandang masyarakat. Kita juga perlu jadi tetangga yang peka, teman yang peduli, dan warga yang berani bertindak.

Kalau Kamu Mengalaminya, Jangan Diam

Ingat, kamu tidak sendiri. Banyak orang yang peduli dan siap mendukungmu. Langkah kecil untuk melapor bisa menjadi awal dari kehidupan yang lebih aman dan bermartabat.

Diam bukan pilihan yang aman. Semakin lama kekerasan dibiarkan, semakin dalam luka yang ditinggalkan. Kamu berhak hidup tanpa rasa takut. Kamu berhak merasa aman di rumah sendiri. Jangan biarkan rasa malu atau takut menghalangi langkahmu untuk keluar dari situasi yang membahayakan.

Kalau kamu atau orang terdekatmu mengalami KDRT, jangan diam. Melapor bukan berarti mempermalukan keluarga, tapi menyelamatkan hidup. Ada banyak tangan yang siap membantu: lembaga perlindungan perempuan, komunitas sosial, konselor, dan aparat hukum.

Rumah Harus Jadi Tempat Aman

Kita semua punya peran: sebagai individu, sebagai keluarga, sebagai masyarakat, dan sebagai bangsa. Mari kita bangun budaya yang menolak kekerasan dan menjunjung tinggi kasih sayang. Karena rumah yang aman adalah fondasi dari masyarakat yang sehat.

Karena rumah seharusnya jadi tempat kita pulang, bukan tempat kita terluka. Rumah adalah tempat tumbuhnya harapan, bukan tempat lahirnya trauma. Mari kita wujudkan rumah yang penuh cinta, bukan luka.

Saatnya kita ubah cara pandang. Rumah bukan tempat untuk menyakiti, tapi tempat untuk mencintai. Hentikan kekerasan, mulai dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar. (*)


Neva Louisa Rahelya Purba [230200416]

Selvina Segar Wangi [230200072]

Tugas Mata Kuliah Klinik Perlindungan Anak dan Perempuan Fakultas Hukum-Universitas Sumatera Utara.

Dosen Pengampu

Dr. Fajar Khaify Rizky S.H., M.H.

Dr. Rosmalinda S.H., LLM.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Pria di Kabupaten TTS Diamankan Polisi Karena Kasus Kekerasan Seksual Pada Penyandang Disabilitas

Pria di Kabupaten TTS Diamankan Polisi Karena Kasus Kekerasan Seksual Pada Penyandang Disabilitas

Berkas P21, Polda NTT Serahkan Tersangka Kasus KDRT ke Kejaksaan Negeri Kupang

Berkas P21, Polda NTT Serahkan Tersangka Kasus KDRT ke Kejaksaan Negeri Kupang

Polres Kupang Gerebek Dua Lokasi Judi, Warga Kabur Saat Polisi Datang

Polres Kupang Gerebek Dua Lokasi Judi, Warga Kabur Saat Polisi Datang

Tersangka KDRT yang Juga Plt Kepala Biro Umum Setprov NTT Ditahan Hakim PN Kupang

Tersangka KDRT yang Juga Plt Kepala Biro Umum Setprov NTT Ditahan Hakim PN Kupang

Lengkapi Berkas Perkara, Polres Kupang Reka Ulang Kasus Penganiayaan Ibu pada Anak hingga Meninggal Dunia

Lengkapi Berkas Perkara, Polres Kupang Reka Ulang Kasus Penganiayaan Ibu pada Anak hingga Meninggal Dunia

Mudah! Cara Download Kartu Keluarga (KK) Online Lewat Ponsel

Mudah! Cara Download Kartu Keluarga (KK) Online Lewat Ponsel

Komentar
Berita Terbaru