Dua Kali Diusir Satpol-PP, Mahasiswa UINSU Ngotot Gelar Aksi Mogok Makan
digtara.com – Satpol PP Kota Medan membubarkan aksi mogok makan sejumlah mahasiswa UINSU yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Anti Plagiasi UINSU di depan Hotel JW Marriot, Selasa (30/3/2021) pagi. Namun mereka tetap bertahan menggelar aksi di tempat tersebut.
Baca Juga:
Petugas yang datang ke lokasi aksi langsung mengambil spanduk para mahasiswa dan mendesak agar mereka memindahkan lokasi aksi. Namun permintaan ini ditolak oleh mahasiswa sehingga sempat terjadi ketegangan antara pengunjuk rasa dan petugas Satpol-PP.
Koordinator aksi Irham Sadani mengatakan jika pihaknya sudah 2 kali diusir paksa oleh Satpol-PP Medan. Pengusiran itu, katanya, terjadi pada malam dan pagi tadi.
“Banyak intervensi yang kami terima, bahkan tadi malam dan pagi tadi kami dipaksa bubar oleh Satpol-PP,” kata Irham, Selasa (30/3/2021).
Irham menduga, pihak rektorat UINSU sengaja membayar Satpol-PP untuk membubarkan aksi mereka.
“Kami menduga Satpol-PP dibayar, sehingga spanduk kami, alat peraga kami diambil paksa,” ucapnya.
Ia menegaskan, pihaknya tidak akan membubarkan diri sebelum kasus dugaan plagiasi ini ditindaklanjuti oleh Kementerian Agama RI.
“Kami tidak mau bubar, kami tetap komitmen dalam perjuangan kami,” tegasnya.
Dalam pembubaran itu, diakui Irham sempat ada kontak fisik antara pihaknya dengan Satpol-PP. Namun, ia menyebutkan jika pihaknya tidak pernah menyentuh Satpol-PP.
“Satpol-PP lah yang menyentuh kami, bahkan mendorong kita sampai jatuh. Ini merupakan bentuk intimidasi dan melanggar HAM,” jelasnya.
Irham berharap agar Kementerian Agama RI segera membentuk tim independen. Nantinya, tim itu akan bekerja dengan melakukan investigasi terhadap polemik dugaan plagiasi yang dilakukan Rektor UINSU.
“Pihak kementerian harus membentuk tim independen untuk menginvestigasi. Agar oknum yang terduga melakukan plagiasi ini bisa ditindaklanjuti,” jelasnya.
Jika nantinya tuduhan plagiasi itu benar, ia meminta Kementerian Agama RI untuk memberikan sanksi terhadap oknum rektor itu.
“Jika benar, maka pejabat itu harus diberikan sanksi penurunan jabatan dari posisinya. Jika tidak benar, Kementerian Agama juga harus mempublikasikan dan membersihkan nama rektor itu,” sebutnya.