Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid saat kegiatan serap aspirasi dengan tokoh agama, lembaga sosial, dan keagamaan mitra Kementerian Agama di Kudus, Sabtu, (5/7/2025).
digtara.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid menyoroti pentingnya penguatan pengelolaan wakaf dan zakat sebagai strategi jangka panjang dalam mengatasi kemiskinan. Menurutnya, jika dikelola secara produktif dan profesional, wakaf memiliki kekuatan besar untuk membangun ekonomi umat.
"Kalau kita tahu bagaimana mengelola hasil wakaf, maka kita bisa menyelesaikan masalah kemiskinan. Ini sejalan dengan tugas kami di DPR yang juga membidangi Kementerian Sosial," ucap Wachid saat kegiatan serap aspirasi dengan tokoh agama, lembaga sosial, dan keagamaan mitra Kementerian Agama di Pendopo Garuda Kabupaten Kudus, Sabtu, (5/7/2025).
Wachid melanjutkan, bahwa kegiatan ini sebagai bagian dari upaya menyerap langsung keluhan dan masukan masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Kudus. Ia menegaskan, kegiatan ini penting untuk memperkuat komunikasi antara pemerintah pusat dan masyarakat. Suara masyarakat adalah bahan utama dalam merumuskan kebijakan yang berpihak kepada umat.
"Tujuan utama kami datang ke sini adalah untuk mendengarkan langsung keluhan dan harapan masyarakat Kudus. Ini penting agar aspirasi bisa disalurkan secara tepat," ujar Wachid.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada masyarakat Kudus atas pelaksanaan ibadah haji tahun ini yang berjalan lancar tanpa keluhan berarti. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa pelayanan pemerintah daerah terhadap jemaah sudah berjalan baik.
"Salah satu indikator keberhasilan pelayanan haji adalah minimnya keluhan dari jemaah. Dan saya senang mendengar bahwa jemaah dari Kudus termasuk yang tidak menyampaikan keluhan. Ini patut diapresiasi," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan Agama Islam dan Pemberdayaan Zakat dan Wakaf (Penaiszawa) Kanwil Kemenag Jawa Tengah, Imam Buchori, menyampaikan perlunya perubahan paradigma dalam memahami wakaf. Ia menyoroti bahwa selama ini wakaf diidentikkan dengan ƉM', yaitu Mushola, Masjid, dan Makam.
"Wakaf tidak harus menunggu kaya. Wakaf bisa berupa aset produktif untuk membangun ekonomi umat. Kudus sangat berpotensi menjadi kota wakaf," ujar Imam.
Ia juga menegaskan pentingnya profesionalisme nazhir atau pengelola wakaf. Jika ada tanah wakaf yang tidak digunakan secara maksimal, masyarakat bisa melaporkannya ke Kementerian Agama untuk ditindaklanjuti.
"Kalau ada tanah wakaf yang tidak dimanfaatkan, kami siap menindaklanjuti. Nazhir harus profesional dan punya visi ke depan," imbuhnya.
Menurut Imam, potensi wakaf di Indonesia sangat besar, namun masih terbentur oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang pengelolaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan regulasi dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan wakaf secara nasional.
Kegiatan ini, lanjut Imam, terlaksana berkat dorongan langsung dari Abdul Wachid. Efisiensi anggaran yang terjadi belakangan ini sempat menjadi kendala untuk melaksanakan kegiatan serap aspirasi seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun Wachid mendorong agar gerakan mendengar aspirasi masyarakat tetap berjalan, termasuk di wilayah Jawa Tengah, dengan Kudus sebagai salah satu titik utamanya. (San).