Desa Nunleu Berbenah Diri Menuju Wisata Tenun

Digtara.com | KUPANG – Desa Nunleu Kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten TTS Provinsi NTT belum banyak dikenal. Untuk sampai ke wilayah ini, warga harus rela menumpang kendaraan dengan jarak tempuh 187 kilometer dari kota SoE (ibukota kabupaten Timor Tengah Selatan).
Baca Juga:
SoE sendiri memiliki jarak tempuk 120 kilometer dari Kota Kupang. Kondisi jalan yang rusak parah juga menjadikan desa ini jarang dikunjungi. Padahal desa ini memiliki potensi yang sangat bagus baik potensi alam, budaya dan kerajinannya.
Salah satu potensi terbesar di desa ini adalah tenun ikat. Namun produksi tenun ikat oleh kaum perempuan di Desa Nunleu membutuhkan waktu yang sangat lama dan hanya dibuat untuk acara adat. Kalaupun dijual akan sangat mahal dan juga terkadang dipandang sebelah mata karena sering luntur.
Tim Politeknik Negeri Kupang terdiri dari Sumartini Dana, ST MT, Ade Manu Gah, Diana Rachmawati dan Hans Lao rupanya prihatin dan peduli dengan kondisi ini.
Dibantu Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi, tim Politeknik negeri Kupang mulai merancang kegiatan untuk membantu kaum ibu dalam menghasilkan kain tenun.
Sejak beberapa waktu lalu dibuatlah kegiatan pemberdayaan perempuan untuk peningkatan ekonomi dan pelestarian budaya melalui inovasi usaha tenun ikat di desa Nunleu Kec Amanatun Selatan Kabupaten TTS Provinsi NTT.
Kegiatan diawali dengan sosialisasi pada bulan Mei 2019. “Sebelum pelatihan diawali dengan sosialisasi,” ujar Sumartini Dana, ST MT selaku koordinator tim saat ditemui kemarin di Kupang.
Sosialisasi dilakukan terhadap warga yang dihadiri kepala desa Nunleu, Oktovianus Missa dan Ida Leta-Missa selaku ketua kelompok tenun “Bersehati” dan puluhan anggota.
Tim awalnya menargetkan untuk melatih dan mendampingi 20 orang penenun. Namun antusias masyarakat sangat besar sehingga jumlah membludak menjadi 60 orang karena kegiatan pelatihan ini baru pertama kali ada di desa Nunleu sehingga masyarakat sangat senang.
Dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang didanai Kemenristek Dikti ini, tim fokus pada kegiatan peningkatan ekonomi dan pelestarian budata.
Tim mendata dan melihat keunggulan daerah setempat. “Ternyata Desa Nunleu keunggulan nya adalah tenun ikat dan merupakan potensi besar jika dikembangkan,” tandas Sumartini Dana. Masyarakat di Desa Nunleu sudah pintar menenun, namun kendala pada pewarnaan kain.
“Masyarakat masih menggunakan pewarna yang dijual di toko sehingga hasil tenunan gampang luntur. Untuk itu ada kain yang setelah ditenun, tidak pernah dicuci karena akan luntur sehingga setelah dipakai langsung dijemur,” ujarnya.
Disisi lain, menenun dilakukan kaum perempuan hanya untuk kebutuhan adat. Apabila penenun menggunakan pewarna alami maka selain bahan baku mahal, hasil tenunan pun akan mahal.
Kaum perempuan di Desa Nunleu pun menenun dalam waktu lama sehingga hasil tenunan pun akan mahal dan disisi lain kurangnya pemasaran.
Tim Politeknik Negeri Kupang kemudian hadir memperkenalkan pewarna benang jenis Naptol yang merupakan pewarna anti luntur, mudah diperoleh dan mempersingkat waktu pengerjaan tenunan.
Kepada penenun, diperkenalkan bahan yang tidak terlalu mahal dan mudah didapat oleh penenun. Tim Politeknik negeri Kupang tidak sendirian. Mereka bekerjasama dengan salah satu instruktur bersertifikat dari salah satu industri tenun terkemuka di NTT untuk pewarnaan dan pendampingan para penenun.
Perempuan penenun diajarkan cara menggunakan pewarna yang tahan lama dan tidak luntur.
Setelah mampu memberi warna pada benang maka penenun langsung menenun sehingga bernilai ekonomis, hasil tenunan tidak luntur dan warna lebih bervariasi. “Dengan pewarna Naptol maka akan lebih banyak variasi warna pada kain tenunan,” tandas Sumartini Dana.
Selain kegiatan pewarnaan, tim juga memberi pelatihan pembukuan sederhana. Anggota kelompok diajarkan pencatatan dan pembukuan semua biaya yang timbul untuk produksi kain hingga pemasaran.
Tim juga terus melakukan pendampingan dan bersmaa-sama mencari jalan keluar saat ada kendala.
Tidak hanya mendampingi dan melatih, tim juga membantu pemasaran hasil produk tenunan.
Pelatihan dan pendampingan ini masih terus dilakukan tim sampai Desember 2019 mendatang.
“Pewarnaan, pembukuan, kewirausahaan hingga pemasaran terus kami lakukan,” ujarnya.
Dengan pendampingan ini, pihaknya berharap produksi dan hasil tenunan meningkat, waktu pewarnaan dan menenun dipangkas dan ada jiwa kewirausahaan penenun.
Selain itu ada peningkatan ekonomi masyarakat serta peningkatan partisipasi perempuan dan yang paling diimpikan oleh tim adalah Desa Nunleu menjadi desa wisata tenun.
Selain itu, banyak kekayaan alam khusus wisata alam dan budaya yang unik di Desa Nunleu yang belum dikenal masyarakat luar.
Saat ini, para perempuan di Desa Nunleu yang kebanyakan adalah janda sudah mulai menenun dan hasil tenunan akan dipamerkan dan dijual pada perayaan 17 Agustus mendatang.
Selama ini, penenun biasanya menenun untuk acara adat, tetapi dengan pelatihan ini ada nilai ekonomis untuk kebutuhan hidup dan biaya sekolah anak.
Selain pelatihan dan bantuan pendampingan, tim juga memberi bantuan alat penggulung benang tenun otomatis untuk membantu menggulung benang karena selama ini proses penggulungan benang lama skali. “Kita bantu memangkas waktu dan membantu proses produksi lebih cepat dan lebih banyak,” ujar Sumartini Dana.
Mereka berharap dengan program mengangkat keunggulan dan potensi daerah ini, Desa Nunleu menjadi desa wisata tenun yang memproduksi banyak tenunan dan taraf hidup masyarakat pun akan meningkat.[win]

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur
