Perjuangan Anak Koster Gereja Yang Juga Tukang Ojek Raih Mimpi Jadi Bintara Polri

digtara.com -Doa menembus langit pantas disandingkan dengan perjuangan Julio Sebastian (17) meraih mimpinya menjadi seorang anggota Polri.
Baca Juga:
Julio, meraih rangking pertama dari Polresta Kupang Kota dalam sidang akhir kelulusan penerimaan terpadu Polri TA 2025 Panda Polda NTT yang digelar di aula SPN Polda NTT pekan lalu.
Dalam sidang yang dipimpin Kapolda NTT, Irjen Pol Dr Rudi Darmoko didampingi Wakapolda, Irwasda dan Karo SDM Polda NTT, Julio unggul atas 16 rekannya yang lain dari Polresta Kupang Kota.
Kisah hidup dan perjuangan Julio cukup menarik perhatian. Ia merupakan anak kedua dari empat bersaudara anak pasangan Yediel Silitai Upu dan Elisabet Dawang.
Sejak ia berusia lima tahun dan saat ibunya Elisabeth Dawang hamil anak keempat dan dalam usia kandungan masih enam bulan, Yediel Silitai Upu pergi meninggalkan Elisabet dan anak-anak tanpa alasan yang jelas.
Elisabeth pun harus berjuang sendiri membesarkan empat orang anaknya. Ia berjanji tidak akan meminta-minta untuk menghidupi anak-anaknya. Ia juga yakin bisa membesarkan anak-anaknya dengan keringatnya sendiri.
Mulailah Elisabeth menjalani hidup tanpa seorang suami. Ia pun melakukan pekerjaan apa saja asalkan halal dan mendapatkan uang untuk kebutuhan hidup.
Kebetulan Elisabeth bisa mengendarai sepeda motor. Ia pun menjadi tukang ojek. Sejumlah tetangga menjadi ojek langganannya mengantarkan anak-anak ke sekolah dan menjemput saat jam sekolah usai.
Elisabet juga memanfaatkan kemampuannya mencuci dan menyetrika. Ia menjadi tukang cuci dan setrika keliling di sekitar tempat tinggal di Kelurahan Liliba, Kota Kupang.
Sejak beberapa tahun lalu, Elisabeth menjadi koster di gereja GMIT Emaus Liliba. Koster adalah petugas dalam gereja yang bertanggung jawab atas persiapan, pemeliharaan dan pengaturan keperluan serta perlengkapan untuk perayaan liturgi dan ibadah.
Tugas koster tidak dijalani sendiri. Julio bersama kakak dan dua adiknya aktif membantu tugas sang ibu membersihkan gereja dan lingkungan gereja serta mempersiapkan segala sesuatu untuk kelancaran ibadah dan kegiatan gereja.
Dari pendapatan inilah, Elisabeth bisa menghidupi diri sendiri dan keempat anaknya serta biaya pendidikan anak-anaknya.
Julio sendiri bersama kakak nya sejak sekolah dasar sudah membantu paman mereka Zadrak Dawan untuk bekerja sebagai tukang. Kebetulan paman mereka sering mendapatkan pekerjaan fisik pembangunan rumah atau proyek lainnya sehingga mereka pun aktif menjadi tukang.
Tamat dari SD Oesapa Kecil, Julio melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 5 Kupang dan kemudian masuk ke SMA Negeri 5 Kupang.
Saat ujian kelulusan, Julio pun mendaftarkan diri ikut seleksi anggota Polri. Modal nekat dan impiannya menjadi dorongannya untuk ikut seleksi.
Elisabeth sempat ragu saat Julio menyampaikan keinginannya menjadi anggota Polri. Elisabet mengingatkan kalau mereka orang miskin dan tidak punya uang. "Jangan paksa diri ikut tes polisi. Kita orang kecil dan tidak punya uang," ujar Elisabet saat Julio sudah mendaftarkan diri di Polresta Kupang Kota.
Namun Julio justru menguatkan sang ibu dengan mengatakan kalau kekuatan doa bisa menembus segala harapan dan cita-cita.
Elisabeth pun mendukung keinginan sang anak. Setiap malam ia mendaraskan doa buat perjuangan anak keduanya.
Setiap ke lokasi tes, Elisabeth berdoa bersama anak-anaknya. Demikian pula setiap Julio pulang tes mereka berkumpul kembali dan berdoa bersama-sama.
Untuk menghemat biaya Elisabeth sedapat mungkin menyiapkan bekal bagi Julio walau hanya nasi putih dan telur. Namun kalau ia tidak sempat maka Julio hanya dibekali uang Rp 20.000 untuk membeli makanan.
Perjuangan Julio bukan tanpa kendala. Saat tahapan ujian akademik, Elisabeth mengalami kecelakaan lalu lintas. Ia celaka di depan Puskesmas Liliba saat menjemput anak sekolah langganannya.
Julio pun menggantikan sementara peran sang ibu mengantar jemput anak sekolah langganan saat jedah tes. Demikian pula tugas-tugas koster di gereja diambil alih oleh Julio, kakak dan dua adiknya.
Saat mengikuti tes kesehatan I, Julio juga menghadapi kendala lagi. Ibu nya harus bolak balik ke rumah sakit menjaga sang nenek yang sedang sakit dan menjalani rawat inap.
Julio sendiri masuk urutan kelima saat perangkingan sementara dalam saat sidang kelulusan sementara menuju pemeriksaan kesehatan II
Ketika ujian kesamaptaan jasmani, Julio galau dengan kemampuannya. Ia memang yakin dengan usahanya selama ini karena setelah sekolah dan membantu pekerjaan ibunya, Julio selalu menyempatkan waktu berlatih olahraga secara mandiri di GOR Oepoi Kupang.
Pagi hari saat ke Polda NTT untuk mengikuti ujian jasmani, ia singgah di rumah salah satu majelis gereja yang sudah dianggap sebagai orang tua asuh.
Ia berdoa dan mendapatkan pesan dari ibu majelis. "Julio, kita orang miskin dan tidak punya apa-apa. Berjuanglah sampai titik darah penghabisan. Tunjukkan walau kita tidak punya apa-apa tapi kamu mampu melewati tes ini".
Pesan ini selalu diingat. Saat ujian item lari, Julio sempat lelah dan ingin menyerah. Namun di telinganya selalu terdengar bisikan dari Ibu majelis bahwa miskin bukan menjadi penghalang meraih sukses. Hasilnya, ia meraih nilai maksimal.
Ia mampu melalui lintasan lari delapan putaran lebih dalam waktu 12 menit. Item lainnya juga diraih dengan nilai maksimal. Julio pun bertengger di urutan pertama untuk Polresta Kupang Kota. Posisi ini terus dipertahankan hingga pengumuman akhir.
Disela-sela mengikuti tahapan seleksi, Julio tetap membantu ibunya memelihara ternak babi, menjadi tukang ojek dan membersihkan gereja. Ia juga aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja termasuk kegiatan pemuda GMIT Emaus Liliba.
Sang paman, Zadrak Dawan juga bahagia dengan prestasi yang diraih Julio. Zadrak memperlakukan Julio dan kakak serta adik-adiknya seperti empat orang anak kandungnya.
Namun ia selalu mengajarkan kejujuran dan ketulusan kepada keempat anak maupun kepada Julio bersaudara.
Dari hasil mereka membantu pekerjaan sebagai tukang, Julio pun bisa membiayai sekolahnya sejak SMP dan SMA dan bisa meringankan beban sang ibu.
selama mengikuti tes, Julio juga belajar mandiri di rumah dan berlatih dengan tekun. Semua dilakukan saat pulang sekolah sehingga tidak mengganggu waktu belajar di sekolah.
Perjuangannya juga selalu dibawa dalam doa baik doa pribadi termasuk bersama sang ibu. Tidak lupa Julio rajin membawa nazar ke gereja setiap kali ibadah.
selain aktif di kegiatan pemuda gereja, Julio juga menjadi guru sekolah minggu di gereja GMIT Emaus Liliba.
Keaktifan ini karena didikan sang paman yang tidak akan memberi mereka makan jika tidak ke gereja.
Sang ibu pun berpesan kepada Julio agar tidak sombong dengan kelulusan ini tetapi tetap mengandalkan Tuhan karena setiap perjalanan dan perjuangan adalah karena Tuhan.
Kepada Julio, Elisabeth juga menekankan agar menghargai pekerjaan dan hormat pada atasan. "Takut akan Tuhan, rendah hati dan jangan sombong," pesan Elisabet kepada Julio.
Julio juga berjanji akan selalu mengingat pesan sang ibu, paman dan orang-orang yang mendukungnya. Ia juga berharap terus didoakan agar bisa menjalani pendidikan dengan baik dan bisa menjadi sosok anggota Polri yang bisa melindungi dan melayani masyarakat dengan baik.
Ia salut dengan support dari keluarga.
"Untuk mendapatkan hasil terbaik butuh perjuangan dan pengorbanan. Apa yang ditanam dan diperjuangkan dengan baik maka hasilnya pun akan baik," ujarnya.

Jatuh dari Sampan Saat Cari Ikan, Nelayan di Ende-NTT Belum Ditemukan

Puluhan PMI Non Prosedural Dipulangkan ke Flores-NTT

Perhiasan Emas Senilai Ratusan Juta Dicuri, Polisi Amankan Pelaku Pencurian dan Penadah

Kodaeral VII Beri Brevet Kehormatan Penyelaman Hiperbarik ke Kapolda NTT

KPK Dorong Perbaikan Sistemik Pasca SPI 2024 Ungkap Celah Tata Kelola Pendidikan di NTT
