Isu Korupsi Belum Jadi Topik Utama Bagi Anak Muda di NTT

digtara.com - Isu korupsi belum semuanya menjadi topik utama dalam pembahasan oleh kaum muda di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga:
Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam surveinya menemukan 80 persen korupsi hanya merugikan negara.
Koordinator Divisi Penggalangan Dukungan Publik ICW, Sigit Wijaya, pada peluncuran album antikorupsi di Kelurahan TDM, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, NTT, Kamis (12/12/2024) mengakui kalau belum lama ini ICW melakukan survei secara online.
Diakui kalau salah satu pernyataan utama korupsi itu menyebabkan kerugian negara saja.
"Nah yang jawab setuju hampir 80 persen dari 400 orang yang kami tanyakan. Artinya, persoalan korupsi ini belum menjadi topik utama di kalangan masyarakat NTT, khusunya kaum muda," ujarnya.
Ia menyebutkan di NTT masih banyak proyek mangkrak akibat dikorupsi.
Selain itu, pengadaan barang dan jasa paling banyak dikorupsi oleh para pejabat pemerintah.
Namun, hal itu selalu luput dari penindakan dari aparat penegak hukum.
"Bicara pemberantasan korupsi di NTT tergantung banyak faktor seperti keaktifan dari aparat penegak hukum dalam penindakan dan bekerja tidak begitu benar. Kemudian masyarakat sipil san media kurang mengawal setiap kasus korupsi," ujar Sigit.
Penanganan korupsi di NTT membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak karena NTT memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi daerah yang maju dan sejahtera.
"Namun, potensi tersebut tidak akan terwujud tanpa pemberantasan korupsi yang serius dan berkelanjutan," tegas Sigit.
Direktur LBH Apik NTT, Ansy Damaris Rini Dara, mengatakan selain korupsi, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT juga mengalami peningkatan.
Hal itu, terjadi karena kultur NTT dengan budaya pesta yang banyak tidak luput dari konsumsi minuman keras (miras) jenis sopi dan moke.
"Kalau ada pesta, maka diiringi dengan moke dan sopi. Padahal minuman tradisional itu seharusnya berlaku saat adanya acar adat, tetapi di acara pesta (nikah, baptisan anak, dan sebagainya). Sehingga di saat orang mabuk terjadilah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," tandas Ansy.
Ia menyoroti kasus korupsi di NTT yang tergolong tinggi karena kebiasan dan kultur masyarakat NTT yang masih minim pengetahuan terkait korupsi.
Selain itu, budaya pesta miras kerap menjadi alasan untuk memaksakan seseorang untuk membayar belis atau mahar.
"Kalau perempuan sudah dibayar belisnya maka dianggap sebagai hal yang sudah 'dibeli' seperti suatu barang dan properti. Sehingga dia mau dipapoko (dipukul/dianiaya) itu dianggap biasa karena belisnya sudah dibayar," ungkap Ansy.
Menurutnya, budaya dan adat istiadat seperti di Pulau Sumba, Flores dan sejumlah daerah di NTT juga masih sangat kental.
Sehingga untuk mendapatkan belis itu cukup tinggi dan tidak heran kalau masyarakat sering berhutang.
"Bagaimana membayar dan mengadakan belis yang diminta. Akhirnya mereka berhutang dan bisa berdampak pada korupsi," tambah Ansy.

Jelang Hari Bhayangkara Ke-79, Polda NTT Layani Kesehatan Ojek Online

Wakapolda NTT Sambangi Panti Asuhan Bhakti Luhur Ende

Jalin Sinergi Jaga Kamtibmas, Wakapolda NTT Silaturahmi ke Keuskupan Agung Ende

Warga di Sikka-NTT Terpaksa Dievakuasi Akibat Meluapnya Kali Pasca Hujan

Wakapolda NTT Lanjut Asistensi Jajaran Polres Daratan Flores Di Ende
