Perempuan dan Anak Rentan Terpapar Radikalisme, Ketahanan Keluarga Jadi Kunci Utama

Untuk itu, orangtua harus mengawasinya, khususnya pada ibu untuk terus mengajarkan bahaya radikalisme itu.
Baca Juga:
"Ajak selalu anak untuk berkegiatan positif dan menjelaskan bahaya serta dampaknya. Dan menjadi sangat penting peran orang tua memberikan pemahaman untuk menjaga persatuan, toleransi dan menghindari paham radikalisme," ujarnya.
Ketua FKPT NTT, Ir Yohanes Oktavianus, MM pada kesempatan tersebut menyampaikan kalau kegiatan SMART dilakukan untuk memberikan tambahan pengalaman kepada kalangan remaja.
"Kegiatan ini menyampaikan sebuah pesan bahwa di dalam pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah tapi juga tanggung jawab masyarakat. Maka dari itu nilai luhur ini sangat diperlukan pendampingan khususnya di lingkungan masyarakat yang sangat berpengaruh besar," ujarnya.
FKPT sendiri berfungsi sebagai koordinator pencegahan. FKPT atau Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme merupakan Binaan BNPT yang merupakan Break Down dari BNPT yang berpusat di provinsi memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi pencegahan tindak pidana terorisme mulai dari intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme di tingkat daerah.
Selain itu FKPT juga memiliki beberapa tugas khusus salah satunya melakukan pembinaan kepada kaum yang rentan terhadap paham-paham radikalisme dan terorisme terutama kepada para perempuan dan remaja karena mereka termasuk yang mudah untuk menerima indoktrinasi.
Disebutkan kalau paham terorisme sangat kencang disangkutpautkan dengan isu agama sehingga perempuan dan remaja mudah untuk terprovokasi.
"Jangan sampai ada anggapan bahwa saya adalah yang paling benar dan paling suci di dunia. Tugas kita yaitu mendidik diri kita sendiri dan generasi selanjutnya agar hidup dengan damai," tegas mantan kepala Badan Kesbangpol Provinsi NTT ini.
Kegiatan ini menjelaskan dampak radikal serta pencegahan radikal dan terorisme. Juga bagaimana peran perempuan dalam menangkal radikalisme.
Sementara Neli Ciahati, sekretaris Dinas PPPA Kabupaten TTS menyampaikan kalau pemerintah daerah telah melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Pada intinya pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah melalui Kabupaten atau Kota layak Anak atau KLA," ujarnya.
disebutkan pula kalau sekolah perempuan yang sudah ada adalah pendidikan inklusi yang dibentuk dengan melibatkan peran serta perempuan di desa untuk belajar dan berupaya memenuhi berbagai aspek kehidupan guna mengurangi tingkat kekerasan dalam rumah tangga.
Yang terutama adalah untuk menciptakan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.
Proses pembelajaran di sekolah perempuan dilakukan untuk mengenali apa yang menjadi kebutuhan perempuan saat ini dan kemudian dimuat dalam bentuk modul pembelajaran.
Muatan pencegahan radikalisme akan dimasukkan juga sebagai salah satu modul pembelajaran sebagai bentuk pencegahan radikalisme dan tindak pidana terorisme terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Patimah MPd, Sang Penjaga Asa Perempuan Pesisir Pantai Labu

Polri Tangkal Radikalisme Lewat FGD Bertema “Teroris Musuh Kita Bersama"

Songsong Haji 2026, Rekrutmen SDM BP Haji Terbuka untuk Lintas Agama dan Perhatikan Keterwakilan Perempuan

MenPPPA Arifatul Dorong Haji yang Ramah bagi Perempuan, Lansia dan Disabilitas

Haryoto Ajak Masyarakat Ciptakan Kondusifitas dan Jauhi Paham Radikalisme
