Selasa, 14 Oktober 2025

Masyarakat Sipil di Sumut Desak DPR Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

- Sabtu, 21 September 2019 11:58 WIB
Masyarakat Sipil di Sumut Desak DPR Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

digtara.com | MEDAN – Puluhan massa dari Gerakan Masyarakat Sipil Sumatera Utara, melakukan aksi unjukrasa di depan Tugu Titik Nol di Jalan Pos, Kota Medan, Sabtu (21/9/2019).

Baca Juga:

Dalam aksinya, massa mereka menggelar orasi dan teatrikal yang menggambarkan pahitnya nasib para korban kekerasan seksual. Aksi itu mereka lakukan untuk mendesak pemerintah khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia.

Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (Hapsari) merupakan salah satu elemen yang ikut dalam aksi unjukrasa itu. Ketua Dewan Pengurus Hapsari, Lely Zailani, mengatakan, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia merupakan langkah maju untuk mengakhiri kekerasan seksual di Indonesia, sekaligus melindungi semua warga negara tanpa kecuali, mulai dari anak-anak, perempuan, hingga laki-laki dari aksi kekerasan seksual.

“Mengingat Indonesia sudah dalam kondisi darurat kekerasasan seksual. Dalam artian, resiko setiap warga Negara mengalami kekerasan seksual terus meningkat. Jadi RUU ini penting sekali,”sebut Lely.

“Rakyat Indonesia mengapresiasi keputusan DPR-RI yang telah menetapkan RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada 2016 lalu dan sebagai RUU Inisiatif DPR pada April 2017,”tambahnya.

Lely juga menjelaskan bahwa hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama BPS (Badan Pusat Statistik) pada Tahun 2016, menemukan sebanyak 33,4 persen perempuan Indonesia yang berusia 15-64 tahun mengalami kekerasan, dan kekerasan seksual adalah kasus yang tertinggi yaitu 24,2 persen. Penelitian yang dilakukan Forum Pengada Layanan pada 2015 sampai 2016 di 20 Provinsi menemukan bahwa hanya 10-15 persen pelaku kekerasan seksual yang dihukum pengadilan.

“Padahal, para korban kekerasan seksual yang terus berjatuhan ini sangat membutuhkan akses pemulihan dari negara, penjeraan bagi pelaku, dan hukum acara penanganan kasus yang lebih berpihak pada kebutuhan korban. Namun, sangat disesalkan bahwa selama 3 tahun sejak 2016 hingga 28 September 2019. Dimana, ini merupakan masa akhir periode DPR RI, belum ada kemajuan dalam pembahasan RUU P-KS,” jelasnya.

Masyarakat Sipil di Sumut Desak DPR Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Massa aksi dari Gerakan Masyarakat Sipil Sumatera Utara menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan pahitnya kehidupan para korban kekerasan seksual. (agung/digtara)

Menurut Lely, hanya karena penyebaran rangkaian fitnah terhadap RUU P-KS dari para pihak yang tidak mengerti pentingnya RUU ini bagi korban, Panja RUU P-KS cenderung mengabaikan perintah konstitusi, dimana negara harus hadir untuk melindungi setiap warga negara, termasuk dari kekerasan seksual.

“Padahal RUU P-KS ini sangat penting, tidak hanya untuk melindungi hak-hak korban serta menghukum para pelakunya, tetapi juga untuk menegakkan harkat derajat kemanusiaan semua orang, mewujudkan keamanan, dan pembangunan yang berkeadilan bagi Indonesia. Sebagaimana pasal 28 I ayat (4) UUD 1945, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,” terangnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa sudah banyak hasil penelitian objektif dan kesaksian yang diberikan para korban, bahwa tingginya resiko kekerasan seksual telah menghambat, membatasi serta merampas kebebasan dan hak-hak fundamental warga negara. Tidak main-main, para korban terhambat untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan, serta hak-hak lain dalam rangka keberkelanjutan hidup yang layak.

“Sebagai warga negara, korban juga terhambat untuk berpartisipasi dalam pembangunan sehingga tidak dapat berkontribusi, sebagai sumber daya manusia yang berkualitas sebagaimana cita-cita Indonesia,” ungkapnya.

Lely juga menegaskan untuk perlu diperhatikan bahwa, RUU P-KS sebagai payung hukum ini sudah sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila, juga seluruh agama dan kepercayaan di Indonesia, yang mengutamakan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, toleransi, non-diskriminasi, dan anti kekerasan. Hal ini mengingat bahwa tidak ada agama dan kepercayaan manapun di dunia yang membenarkan terjadinya kekerasan terhadap siapa pun, apalagi terhadap kaum yang lemah dan dilemahkan.

[AS]

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Komentar
Berita Terbaru