Senin, 27 Oktober 2025

Indonesia Masuk 10 Besar Negara Penambang Bitcoin Terbesar di Dunia

Arie - Minggu, 26 Oktober 2025 11:01 WIB
Indonesia Masuk 10 Besar Negara Penambang Bitcoin Terbesar di Dunia
net
Ilustrasi.

digtara.com -Indonesia resmi masuk dalam daftar 10 besar negara dengan aktivitas penambangan Bitcoin (BTC) terbesar di dunia, menurut laporan terbaru Hashrate Index bertajuk Global Hashrate Heatmap Update: Q4 2025 yang dirilis awal Oktober 2025.

Baca Juga:

Dalam laporan tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-10 dengan kekuatan komputasi penambangan atau hashrate mencapai 17 exa-hash per detik (EH/s), atau sekitar 1,6 persen dari total global.

Posisi ini menggantikan Norwegia yang turun peringkat akibat kebijakan penghematan energi.

Sementara itu, lima besar negara penambang Bitcoin dunia masih dikuasai oleh:

Baca Juga:
- Amerika Serikat – 389 EH/s (37,8%)

- Rusia – 160 EH/s (15,5%)

- China – 145 EH/s (14,1%)

- Paraguay – 40 EH/s (3,9%)

- Uni Emirat Arab (UEA) – 33 EH/s (3,2%)

Di bawahnya terdapat Oman dan Kanada dengan kekuatan sekitar 30 EH/s (2,9%), Kazakhstan 22 EH/s (2,1%), serta Ethiopia 20 EH/s (1,9%).

Baca Juga:
"Ketimbang awal tahun, Amerika Serikat konsisten menambah porsinya di setiap kuartal, menegaskan kepemimpinannya dalam lanskap penambangan kripto. Sementara negara yang pertumbuhannya paling cepat adalah Paraguay, Oman, dan Ethiopia," tulis Hashrate Index, melansir Bisnis.com, Minggu (26/10/2025).

Mengapa Indonesia Masuk 10 Besar?

Masuknya Indonesia ke jajaran negara penambang Bitcoin terbesar tidak terlepas dari ketersediaan energi yang relatif stabil, biaya listrik yang kompetitif, serta pertumbuhan infrastruktur teknologi digital di sejumlah wilayah.

Aktivitas penambangan kripto sendiri berperan penting dalam menjaga keamanan jaringan blockchain. Para penambang bekerja memecahkan persoalan matematika rumit untuk menghasilkan hash—identitas unik setiap blok transaksi. Proses inilah yang dikenal sebagai hashing, dan kecepatannya disebut hashrate.

Namun, proses penambangan juga dikenal boros energi. Berdasarkan data Digiconomist, satu transaksi Bitcoin dapat menghabiskan listrik hingga 1.066 kWh, setara dengan konsumsi listrik rumah tangga di Amerika Serikat selama satu bulan penuh, atau hampir 10 bulan konsumsi rumah tangga di Indonesia.

Efek Pelarangan di Negara Lain

Baca Juga:
Peningkatan posisi Indonesia di peta global juga disebabkan oleh turunnya hashrate Norwegia, yang kini hanya memiliki pangsa 1,45% setelah pemerintah setempat melarang sementara aktivitas penambangan kripto demi menghemat energi.

Menteri Digitalisasi Norwegia, Karianne Tung, mengatakan pelarangan ini dilakukan karena penambangan kripto dianggap tidak efisien secara energi dan minim kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja. Negara itu menyusul China, Kosovo, dan Angola yang telah lebih dulu memberlakukan larangan serupa.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
Berita Terkait
7 Rekomendasi Kripto Terbaik untuk Dibeli Sekarang: Momentum Bullish dan Potensi Keuntungan Maksimal

7 Rekomendasi Kripto Terbaik untuk Dibeli Sekarang: Momentum Bullish dan Potensi Keuntungan Maksimal

Harga Bitcoin Catat Rekor Tertinggi: Apakah Aset Kripto Layak untuk Investasi?

Harga Bitcoin Catat Rekor Tertinggi: Apakah Aset Kripto Layak untuk Investasi?

Main Game Dapat Kripto dan Uang Tunai! Cuan Kilat Lewat Aplikasi Penghasil Uang Ini, Modal Rebahan Aja

Main Game Dapat Kripto dan Uang Tunai! Cuan Kilat Lewat Aplikasi Penghasil Uang Ini, Modal Rebahan Aja

Bitcoin Menuju 150.000 US Dolar di Akhir 2025: Peluang Nyata atau Sekadar Euforia?

Bitcoin Menuju 150.000 US Dolar di Akhir 2025: Peluang Nyata atau Sekadar Euforia?

Harga Bitcoin Rebound, PINTU Gelar Trading Competition Berhadiah Rp100 Juta

Harga Bitcoin Rebound, PINTU Gelar Trading Competition Berhadiah Rp100 Juta

10 Lokasi Tambang Bitcoin di Medan Digerebek Polisi, Curi Listrik hingga Rp 14,4 Miliar

10 Lokasi Tambang Bitcoin di Medan Digerebek Polisi, Curi Listrik hingga Rp 14,4 Miliar

Komentar
Berita Terbaru