Jaga Toleransi Dan Tingkatkan Kewaspadaan Jadi Kunci Tangkal Terorisme

digtara.com -Ratusan mahasiswa baru Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang mengikuti Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) tahun 2025 di aula St. Maria Immaculata Kampus Penfui, Kupang, Kamis (21/8/2025).
Baca Juga:
Para mahasiswa baru ini dibekali dengan berbagai materi dari berbagai narasumber berkompeten.
Salah satu materi menarik yakni mengenai penanggulangan terorisme yang disampaikan Kabid Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTT, Dr. Syarifuddin Darajad, S.Sos, M.Hum.
Dalam kesempatan tersebut, Dekan Fisipol Muhammadiyah Kupang (UMK) ini memaparkan tentang terorisme sebagai kejahatan internasional yang sangat membahayakan.
Disebutkan kalau terorisme terorganisir dengan baik, mempunyai jaringan luas dan menggunakan sistem sel, memiliki sumber dana yang besar serta mengancam perdamaian dan keamanan nasional, regional dan internasional.
"Terorisme cenderung mengarah pada penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang bertujuan untuk menciptakan ketakutan dan mencapai tujuan politik atau ideologis," ujar Wakil Ketua 1 Ikatan Sosiologi Indonesia Wilayah NTT ini.
Ancaman terorisme tertinggi ada di negara Afganistan, Irak, Nigeria, Suriah dan Somalia.
Dari sejumlah negara ini, diduga mereka berevolusi secara masif ke berbagai negara Eropa, Amerika dan Asia. "Hasil survei Global Indeks Terorisme, Indonesia masuk dalam ancaman terorisme berada pada urutan 37 tingkat dunia," ujarnya.
Ia juga menyampaikan kategori terorisme yakni berkaitan dengan ideologi dan keyakinan sebagai bentuk terorisme yang didorong oleh suatu ideologi atau sistem kepercayaan tertentu, yang seringkali bersifat ekstrim dan radikal.
Ada juga kelompok tereksploitasi dengan tindakan doktrinasi yang memanfaatkan kelompok agama yang menyimpang, organisasi politik ekstremis, dan kultus atau aliran sesat untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Selain itu, ketidakpuasan atau tindakan balas dendam terhadap suatu kebijakan. Muncul pula kelompok separatis yang mengcover dirinya menjadi gerakan politik.
Terorisme juga sering berbentuk teror fisik yakni tindakan kekerasan dalam bentuk pemukulan, pembunuhan, pemboman yang berakibat terhadap kerusakan fisik pada korban, sehingga menimbulkan rasa takut dan cemas pada korban.
Ada pula teror mental sebagai tindakan intimidasi dengan target psikologi korban untuk menciptakan rasa takut, kecemasan, dan ketidakstabilan mental, baik dalam bentuk intimidasi verbal. Penyebaran Informasi ancaman yang tidak berwujud.
Disamping itu, teror nasional yang merupakan tindakan atau ancaman kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam suatu negara untuk mencapai tujuan politik, ideologis, atau keagamaan yang spesifik, dengan tujuan menciptakan rasa takut dan kekacauan di kalangan masyarakat.
"Bentuk lain yakni teror internasional sebagai tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang melampaui batas-batas negara, bertujuan untuk menimbulkan rasa takut dan mencapai tujuan politik, ideologis, atau keagamaan," tambah Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTT ini.
Indonesia sendiri sudah mengalami berbagai aksi teror dan sudah melakukan berbagai upaya penanggulangan terorisme sejak masa lalu.
Pada masa orde lama muncul gerakan DI/TII (1949-1962) yang ingin mendirikan negara Islam. Ada pula PRRI/ PERMESTA (1957-1961) yang ingin menggulingkan pemerintahan pusat dan membentuk pemerintahan baru di wilayah Sumatera dan Sulawesi.
Selain itu, APRA (1950) mempertahankan keberadaan negara Pasundan dan menggulingkan pemerintahan RIS (Republik Indonesia Serikat) serta pelemparan granat di Cikini (1957), percobaan pembunuhan terhadap Ir. Soekarno.
Di masa orde baru, pada tahun 1984 muncul pembajakan pesawat Garuda oleh kelompok ekstremis (Comando Jihad) yang merupakan salah satu aksi terorisme yang mendapat perhatian besar pada masa itu.
Sementara pada masa orde reformasi ada aksi Bom Bali (2002), Bom JW Marriott Jakarta (2003), Tragedi Poso 1998-2001 dan 2004-2013.
Mahasiswa diingatkan kalau ada tiga kelompok berbahaya yang perlu diwaspadai anak bangsa saat ini.
Kelompok intoleransi yang menunjukkan sikap atau perilaku yang tidak mau menerima, menghargai, atau menghormati perbedaan, baik itu perbedaan pendapat, keyakinan, agama, budaya, suku, maupun ras.
"Seseorang yang intoleran cenderung merasa kelompoknya paling benar dan menganggap orang lain yang berbeda itu salah," ujarnya.
Kelompok Radikalisme juga perlu diwaspadai. Kelompok ini menganut paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis, seringkali dengan menggunakan cara-cara kekerasan atau ekstrem.
Dalam konteks agama, radikalisme bisa berarti paham keagamaan yang mengacu pada pondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang tinggi, bahkan bisa menggunakan kekerasan untuk memaksakan ajarannya.
Ada pula kelompok terorisme yang cenderung menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang bertujuan untuk menciptakan ketakutan dan mencapai tujuan politik atau ideologis.
Diingatkan bahwa ancaman terorisme adalah ancaman nyata yang ada di tengah-tengah masyarakat. Karena itu diamanatkan dalam Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam Undang-undang ini disebutkan kalau terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Dalam upaya pencegahan, perlunya membangun kesiapsiagaan nasional menangkal terorisme yang meliputi kesiapsiagaan aparatur negara dan seluruh elemen masyarakat lintas agama, lintas generasi, lintas suku, lintas profesi.
"Bagi kita semua sebagai warga negara Kesatuan Republik Indonesia perlu secara terpadu dan bersinergi mewujudkan daya cegah dan daya tangkal kita semua dalam mengantisipasi potensi ancaman terorisme yang berawal dari penyebarluasan paham radikal intoleran di tengah kita semua," tegasnya.
Kesiapsiagaan nasional dapat terlaksana apabila bangsa Indonesia memiliki semangat untuk hidup penuh kebersamaan dengan penuh toleransi untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan ideologi Pancasila.
Cara lain menanggulangi terorisme dengan penguatan nilai kebangsaan, nilai moderasi dan nilai toleransi sejak dini, termasuk di lingkungan keluarga, pendidikan, serta kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perlu juga sikap melawan propaganda terorisme di media dengan konten-konten positif tentang cinta tanah air, perdamaian dan toleransi.
"Memperkuat kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan negara sahabat untuk upaya pengawasan dan pencegahan terorisme," ujar pengurus Majelis Da'i Kebangsaan Kementerian Agama Provinsi NTT ini.
Mahasiswa juga diajak mendukung pemerintah untuk melakukan pengungkapan dan penegakan terhadap aktor intelektual dan pelaku terorisme.
"Harus ada kesadaran bahwa terorisme tidak dianjurkan negara, maka mari jaga toleransi karena terorisme musuh bersama sehingga harus kita tangkal bersama," pesan Pengurus MUI NTT ini.
Karena terorisme merupakan musuh bersama bangsa Indonesia, maka generasi muda diajak menangkal terorisme dengan kesiapsiagaan nasional.
Sejumlah peserta PKKMB 2025 Unwira Kupang ini memberikan berbagai tanggapan guna memperdalam pengetahuan tentang bahaya dan upaya penanggulangan terorisme.

Ketua FKPT NTT Ajak Masyarakat Pertebal Rasa Cinta Pada NKRI

Warga Malaka Diminta Waspadai Terorisme Melalui Kearifan Lokal

Siswa SMK di Kota Kupang Dibekali Bahaya Terorisme dan Intoleransi

Cegah Paham Radikaliame dan Terorisme di NTT, BNPT-FKPT NTT Gelar Kegiatan "Gembira Beragama"

Siswa SMA Negeri 5 Kupang Dibekali Penanggulangan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme
