JPU Tuntut Mantan Kapolres Ngada Wajib Bayar Restitusi Ratusan Juta dan Minta Barang Bukti Dimusnahkan

digtara.com -Sidang perkara kekerasan seksual dan pelanggaran UU ITE dengan terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumatmadja alias Fajar alias Andi terus bergulir.
Baca Juga:
Pekan depan atau pada Senin (29/9/2025) sidang memasuki agenda tanggapan dan pembelaan terdakwa atas tuntutan jaksa.
Kejati NTT melalui tim JPU pada sidang Senin (22/9/2025) membacakan tuntutan 20 tahun penjara terhadap mantan Kapolres Ngada ini dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual anak.
Tim JPU yang terdiri dari Arwin Adinata, Kadek Widiantari, Samsu Jusnan Efendi Banu dan Sunoto mendakwa terdakwa dengan dakwaan kombinasi (alternatif kumulatif).
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kupang, JPU menuntut agar terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 20 tahun serta pidana denda sebesar Rp 5.000.000.000 subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan.
Terdakwa Fajar juga wajib membayar restitusi sebesar Rp 359.162.000 sesuai hasil penilaian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Rinciannya, anak korban IS sebesar Rp 34.645.000. Anak korban MAN sebesar Rp 159.416.000 dan anak korban WAF sebesar Rp 165.101.000.
"Barang bukti berupa pakaian, handphone, laptop, serta rekaman video dirampas untuk dimusnahkan," sebut Arwin Adinata, salah satu JPU usai sidang pembacaan tuntutan pada Senin siang.
Sedangkan barang-barang milik korban dikembalikan.
Berdasarkan hasil pembuktian di persidangan, JPU menyatakan perbuatan terdakwa memenuhi unsur pidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu (Pasal 81 ayat (2) jo. Pasal 65 KUHP) dan dakwaan kedua (Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 64 KUHP).
Terdakwa Fajar mendapat dakwaan kesatu pasal 81 ayat (2) UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Juga Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E dan ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016
Selanjutnya Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 ayat (1) huruf e dan huruf g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dakwaan kedua pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak menunjukkan penyesalan.
Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma mendalam bagi anak korban.
Kasus ini menjadi viral di media sosial, menimbulkan keresahan masyarakat luas.
Sebagai aparat penegak hukum, terdakwa seharusnya menjadi teladan, namun justru mencoreng nama baik institusi.
Perbuatan terdakwa merusak citra Polri dan bangsa di mata internasional.
Tidak mendukung program pemerintah dalam perlindungan anak.
"Hal yang meringankan: tidak ada," tegas Arwin Adinata.
JPU menegaskan komitmennya dalam menegakkan hukum secara tegas, memberikan perlindungan kepada anak, dan memastikan keadilan bagi korban.
"Negara tidak boleh kalah melawan kejahatan seksual terhadap anak. Tuntutan ini menjadi bukti nyata bahwa Kejaksaan berkomitmen melindungi masa depan generasi penerus bangsa," tegas JPU dalam persidangan.
Sidang pada Senin, 29 September 2025 mendatang mengagenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari penasehat hukum terdakwa.

JPU Tuntut 12 Tahun Penjara Bagi Stefani Heidi Doko Rehi dalam Kasus Kekerasan Seksual dan TPPO Anak

Sidang Pembacaan Tuntutan Eks Kapolres Ngada Diwarnai Aksi Massa

Tidak Ada Hal Meringankan, JPU Tuntut Mantan Kapolres Ngada 20 Tahun Penjara

Polres Lembata Limpahkan Tersangka dan Barang Bukti Narkoba ke JPU

Pelaku Kasus Cabul Anak Dibawah Umur Diserahkan Polsek Maulafa ke JPU
