Tujuh Alasan Ketua PGSI Muh Zen ADV Dukung Enam Hari Sekolah. Simak ulasannya!
digtara.com - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tengah menggulirkan rencana mengembalikan sistem kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi enam hari sekolah untuk jenjang SD, SMP, SMA dan SMK. Kebijakan ini muncul setelah evaluasi pelaksanaan sekolah lima hari yang dinilai belum sepenuhnya cocok dengan kondisi peserta didik, lingkungan keluarga, maupun situasi sosial di banyak daerah. Meski demikian, sebagian pihak masih menyampaikan keberatan dan merasa kebijakan ini dapat menambah beban bagi sekolah, guru, dan pelajar.
Baca Juga:
Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) H. Muh Zen ADV menegaskan, bahwa dirinya mendukung penuh rencana tersebut. Menurutnya, keputusan kembali ke enam hari belajar sudah sangat tepat bukan langkah mundur, tetapi bentuk penyesuaian terhadap realitas sosial, psikologis dan geografis di Jateng.
Muh Zen menjelaskan bahwa dukungan ini didasari sedikitnya tujuh pertimbangan. Pertama, dari sisi psikologis, kemampuan daya serap anak usia SD dan SMP untuk menerima materi pelajaran umumnya berada pada titik optimal hingga sekitar pukul 13.00. Ketika jam belajar dipaksa berlangsung hingga sore, efektivitas pembelajaran menurun drastis.
"Banyak materi jadi tidak maksimal terserap. Siswa belajar, tetapi tidak benar-benar memahami," ujar Zen kepada awak media bertepatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025, Selasa (25/11/2025).
Baca Juga:
Kondisi ini kemudian berkaitan dengan faktor kedua, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana sekolah. Banyak sekolah, terutama di daerah, belum memiliki fasilitas ibadah yang mampu menampung seluruh siswa secara bersamaan. Tempat wudlu, ketersediaan air bersih, hingga musala yang kecil membuat ibadah dilakukan terburu-buru atau bergantian dalam waktu terbatas.
"Jika pulang sekolah terlalu sore, ibadah yang seharusnya dilakukan tenang justru tidak optimal," jelas Zen.
Selanjutnya, dari sisi keamanan pelajar, Zen menyebut bahwa banyak siswa harus pulang bersamaan dengan jam selesainya aktivitas para buruh dan pekerja. Kondisi ini membuat siswa berebut transportasi umum, bahkan di beberapa wilayah ada yang pulang menjelang malam. Situasi ini memunculkan potensi kerawanan, mulai dari kriminalitas, perundungan hingga kecelakaan.
"KBM selesai lebih awal berarti memberikan ruang keamanan yang lebih baik bagi anak," tegasnya.
Tidak hanya itu, penerapan sekolah lima hari juga berdampak pada berkurangnya kesempatan siswa mengembangkan potensi non-akademik. Waktu yang lebih panjang di sekolah menyita ruang pelajar untuk berlatih olahraga, kesenian, organisasi, atau keterampilan lain di lingkungan rumah atau komunitas mereka. Zen menilai pendidikan harus memberi ruang yang seimbang. "Anak bukan hanya dinilai dari rapor akademik. Mereka perlu bertumbuh sebagai pribadi, bergaul, berinteraksi dan menemukan minatnya," ujarnya.
Pertimbangan lain adalah kondisi geografis Jawa Tengah. Di banyak wilayah pedesaan dan pegunungan, akses transportasi masih terbatas. Pulang sekolah di sore hari menyulitkan siswa, terutama siswi perempuan, yang harus menempuh perjalanan jauh atau sulit dijangkau kendaraan umum. "Orang tua tentu khawatir. Kondisi lapangan ini tidak bisa diabaikan," tegas Zen.
Baca Juga:
Aspek berikutnya terkait pendidikan keagamaan, karena Jawa Tengah memiliki lebih dari 10.000 Madrasah Diniyah dan puluhan ribu TPQ, dengan sekitar 60 persen pesertanya merupakan siswa SD dan SMP. Madin dan TPQ umumnya dimulai pukul 14.00, sehingga sekolah yang pulang sore membuat banyak anak akhirnya tidak bisa mengikuti pendidikan keagamaan yang selama ini sudah menjadi tradisi masyarakat.
"Budaya belajar agama ini perlu dijaga karena merupakan bagian penting dari pembentukan karakter," katanya.
Terakhir, Zen menekankan faktor ketahanan keluarga, terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Tidak sedikit anak yang ikut membantu orang tua sepulang sekolah, baik di sawah, berdagang, menjaga adik, atau pekerjaan rumah lainnya. Ketika waktu pulang sekolah terlalu sore, kontribusi ini hilang, padahal bagi sebagian keluarga, peran anak sangat membantu kehidupan sehari-hari.
Dengan rangkaian alasan tersebut, H. Muh Zen ADV menilai bahwa kebijakan pengembalian KBM enam hari adalah pilihan yang paling realistis dan mencerminkan keberpihakan pada peserta didik dan keluarga.
"Pendidikan bukan hanya soal akademik. Ia harus memanusiakan anak, memberi ruang tumbuh, memperhatikan lingkungan keluarga, menguatkan karakter, dan menjaga keselamatan mereka. Itu yang harus kita lindungi," pungkasnya. (San).
Baca Juga:
Refleksi Hari Guru Nasional (HGN) 25 November 2025; Sekolah 6 Hari Kenapa Takut?
Dukung Pemprov Jateng Terapkan 6 Hari Sekolah. Sarif Kakung: Sekolah 6 Hari Lebih Baik untuk Pembentukan Karakter
10 Twibbon Hari Guru Nasional 2025: Desain Keren, Gratis, dan Siap Pakai!
Atasi Ancaman Abrasi, Warga Purworejo Bonang Gandeng Komunitas Phylosopicture KPI UIN Walisongo Tanam Mangrove di Sepanjang Pesisir
Sambut Hari Guru Nasional 2025, Buku "Ting Inbox Bu Guru" Karya Alumni Unugiri Dibedah