Selasa, 01 Juli 2025

“Ata No Liga” Cara Warga di Perbatasan RI-Timor Leste Tangkal Hoax

Imanuel Lodja - Kamis, 26 September 2019 06:54 WIB
“Ata No Liga” Cara Warga di Perbatasan RI-Timor Leste Tangkal Hoax

digtara.com | KUPANG – Desa Kabuna Kecamatan Kakuluk Mesak Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu desa di Kabupaten Belu yang berbatasan dengan wilayah negara Timor Leste.

Baca Juga:

Di desa ini tinggal 1.416 kepala keluarga dengan jumlah jiwa 6.144 jiwa terdiri dari 3.079 orang laki-laki dan 3.065 orang perempuan tersebar di sembilan dusun, 15 RW dan 39 RT.

Sisi barat desa Kabuna berbatasan dengan Kelurahan Umanen, sisi utara dengan Desa Jenilu, sisi Selatan dengan Kelurahan Manumutin Kecamatan Kota Atambua dan sisi timur dengan Kecamatan Tasifeto Timur.

Sehari-hari warga masyarakat di desa ini hidup dari bertani dan beternak. Sebagian wilayah desa pun belum dilayani aliran listrik PLN sehingga beberapa warga masyarakat menggunakan listrik tenaga surya yang hanya dimanfaatkan pada malam hari.

Sejak beberapa waktu lalu, masyarakat di Desa Kabuna terutama suku Kemak memiliki kearifan lokal untuk menangkal hoax atau kabar bohong, ujaran kebencian dan fitnah khususnya bagi suku Kemak Sanerin.

Sebelum munculnya istilah hoax di tanah air, di desa Kabuna Kecamatan Kakuluk Mesak juga sering terjadi fitnah dan kabar bohong lainnya yang sering menjadi sumber konflik dan perselisihan masyarakat..

Suasana perdamaian adat penyelesaian kasus hoax di perbatasan RI-Timor Leste.

Tarsisius Loe Soro sebagai Dato adat suku Kemak Sanerin yang juga sebagai hakim perdamaian desa (HPD) dan juga sebagai kepala dusun Bautasik Desa Kabuna saat ditemui di Desa Kabuna mengaku kalau diwilayahnya sering terjadi hoax.

“Sudah sering terjadi hal tersebut (hoax) dalam kelompok masyarakat sehingga lebih di kenal dengan fitnah,” ujarnya.

Jikalau hal tersebut terjadi maka dalam kelompok masyarakat tersebut sudah ada rambu-rambu atau hukum adat yang berlaku terhadap si pelaku hoax atau fitnah dan ujaran kebencian sesuai dengan skala perbuatannya.

“Fitnah yang kami maksud kan yakni berita bohong/fitnah yang menyerang individu pribadi maupun kelompok ataupun jabatan ketokohan seseorang semisal kepala desa, bhabinkamtibmas, Babinsa, tokoh adat, kepala dusun, ketua RT dan ketua RW,” tambahnya.

Dalam suku Kemak Sanerin di desa Kabuna secara umum peraturan hukum adat dan pemberian sanksi sesuai perbuatan di sebut “Ata No Liga” dan secara spesifik diatur sesuai dengan masalah yang terjadi semisal kasus hoax atau ujaran kebencian dan fitnah.

Sebagai contoh, kasus hoax/ujaran kebencian/fitnah yang menyerang kehormatan seseorang/pribadi maka korban membuat laporan berjenjang pada ketua RT, kepala dusun dan juga tingkatan HPD di kantor desa. Selanjutnya diambil tindakan sesuai tingkatan pelaporan.

Jika dilaporkan di tingkat HPD di kantor desa maka penyelesaian akan dipimpin oleh ketua HPD sebagai hakim pèrdamaian desa dengan tetap menjalankan peraturan adat dan kearifan lokal yag berlaku di desa tersebut yang disesuaikan dengan adat suku Kemak.

Jika di selesaikan di tingkat adat dalam suku maka penyelesaian di pimpin oleh Dato Adat.
Adapun sanksi/hukum adat yang diberikan pada pelaku hoax/ujaran kebencian/fitnah adalah ‘MATE BUCI NO MEAN’ atau pemulihan nama baik. ‘MATE BUCI atau denda Rp 480.000, ‘MEAN’ atau denda Rp 1.200.000 (atau bisa diganti dengan satu ekor sapi).

Sanksi atau denda tersebut bisa menurun nilainya apabila pelaku hoax tidak cukup bukti atau tidak tertangkap basah atau pelapor tidak bisa menunjukan saksi lain yang melihat, mendengar langsung tentang apa yang diucapkan pelaku.

Sanksi ter sebut menurun menjadi Rp 240.000 tanpa Mean atau tanpa ternak sapi. Selain itu, denda diberikan jika berbicara bohong/fitnah/memaki/ujaran kebencian lainnya yang menyerang kehormatan seorang tokoh di masyarakat atau dalam hal ini yang diserang adalah ketokohan yang diemban misalnya tokoh adat, tokoh agama, kepala desa, kepala dusun, ketua RW dan ketua RT maupun Bhabinkamtibmas dan Babinsa.

Disisi lain, dengan kesalahan penuh pada pelaku atau dengan tidak ada sebab akibat menghina atau membuat hoax ujaran kebencian tanpa sebab terhadap para tokoh, maka akan diurus secara adat.

Setelah diteliti oleh hakim adat pelaku langsung divonis dengan denda uang Rp. 1.200.000 dan 1 ekor sapi yang tidak bisa diuangkan.

“(Denda) dilaksanakan untuk memulihkan nama baik serta wibawa para tokoh,” ujarnya.
Mean yang bisa diganti sapi langsung diserahkan pada saat itu dalam bentuk uang atau dalam bentuk hewan/sapi.

Jika setelah hakim desa menjatuhkan putusan maka yang terkena sanksi belum bisa menyerahkan denda maka acara perdamaian ditunda oleh hakim perdamaian desa (HPD) biasanya diberi waktu
4-5 hari harus dilaksanakan penyerahan denda dan pelaksanaan ritual damai tersebut.

“Jedah waktu diberikan agar pelaku dapat melengkapi atau menyiapkan denda tersebut,” ujarnya.
Langkah denda ini dilakukan agar pelaku mendapatkan efek jera dan tidak mengulangi perbuatannya. juga sebagai penangkal hoax dan penangkal ujaran kebencian bagi masyarakat lain supaya tidak terjadi dilain waktu dan lain kesempatan baik terhadap individu atau jabatan pemerintah maupun ketokohan yang emban.

Hal ini sudah terlaksana turun temurun sejak zaman nenek moyang suku Kemak Sanerin di desa Kabuna juga suku Kemak yang lain yang berada di wilayah hukum Polsek Kakuluk Mesak.

penyelesaian masalah ujaran kebencian pun juga dilakukan dengan tost adat yang dalam daerah setempat dikenal dengan istilah ‘Teras’ sebagai tanda damai dimana pihak yang bertikai melakukan tost gelas minuman dan masalah pun beraakhir dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan secara damai diikuti dengan penandatanganan surat pernyataan oleh pihak yang berkonflik disaksikan tokoh adat. kesempatan ini dimanfaatkan oleh HPD dan tokoh adat untuk memberikan nasihat.

Selain melibatkan tokoh adat, terkadang aparat polisi dari Bhabinkamtibmas pun dilibatkan.
Bhabinkamtibmas Desa Kabuna Kecamatan Kakuluk Mesak Kabupaten Belu, Aipda Abraham Duka mengaku kehadiran bhabinkamtibmas dalam setiap acara pengurusan penyelesaian masalah secara adat kearifan lokal adalah sebagai mediator.

Selain itu, pada saat menerima laporan awal, Bhabinkamtibmas juga sebagai fasilitator mempertemukan dua belah pihak serta menjadi fasilitator pada pihak korban untuk melaporkan ke Polres Belu sebagai tindakan terakhir manakala semua jalan adat yang ditempuh tidak membuahkan hasil dan tidak tercapai kesepakatan dan putusan ditingkat adat.

Selain itu juga bhabinkaamtibmas hadir dan memberikan jaminan keamanan pada saat pengurusan di tingkat adat agar di antara kedua belah pihak tidak terjadi kekerasan fisik yang dapat membuat masalah pidana baru.

Cara dan sanksi adat ini rupanya ampuh dan mampu meredam ujaran kebencian disekitar Desa Kabuna Kakuluk Mesak. aturan ini pun berlaku untuk segala jenis peredaran berita yang merugikan masyarakat. Dalam 4 tahun terakhir hampir tidak pernah ada lagi konflik di masyarakat karena berita bohong. masyarakat yang menggantungkan hidup nya dari bertani dan beternak takut dengan denda adat dan sidang dari HPD jika melakukan hoax.

hal ini juga berlaku bagi masyarakat pendatang. kepada setiap warga luar yang berkunjung apalagi tinggal menetap di Desa Kabuna sudah diingatkan mengenai aturan adat yaag ada sehinggga menjadi rambu-rambu dalam kehidupan bermasyarakat.

“Aturan ini sangat membantu aparat keamanan meredam konflik di masyarakat, terbukti dalam beberapa tahun terakhir tidak ada konflik karena ujaran kebencian.. di tempat lain mungkin orang berkonflik karena hoax, di daerah kami malah masyarakat taat dan takut pada sanksi adat yang sudah ditetapkan,” ujar Aipda Abraham Duka, Bhabinkamtibmas Desa Kabuna yang juga anggota Polres Belu saat dikonfirmasi belum lama ini.

Siprianus Kollo (53) warga Desa Kabuna yang ditemui secara terpisah mengaku kalau aturan ini disampaikan dan diwariskan dari generasi ke generasi. anak-anak muda di desa tersebut selalu diingatkan akan aturan ini termasuk meminta bantuan guru dari tingkat SD hingga SMA untuk mengajarkan aturan ini disela-sela pelajaran muatan lokal (Mulok) karena aturan adat ini tidak tercantum sebagai kurikulum di sekolah.[win]

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Imanuel Lodja
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Dinkes dan BKD Langkat Bantah Tudingan Pungli: Proses Kenaikan Jabatan Sesuai Regulasi Nasional

Dinkes dan BKD Langkat Bantah Tudingan Pungli: Proses Kenaikan Jabatan Sesuai Regulasi Nasional

Ketua DPRD Sumut Sambut KoJAM Dalam Kolaborasi Pemberitaan

Ketua DPRD Sumut Sambut KoJAM Dalam Kolaborasi Pemberitaan

Mahasiswa di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri, Sebelum Tewas, Korban Sempat Minta Uang Beli Pulsa

Mahasiswa di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri, Sebelum Tewas, Korban Sempat Minta Uang Beli Pulsa

Polisi Amankan Orangtua Balita yang Aniaya Anak hingga Meninggal Dunia

Polisi Amankan Orangtua Balita yang Aniaya Anak hingga Meninggal Dunia

Terdakwa Penganiaya Transpuan di Kupang Divonis Berbeda

Terdakwa Penganiaya Transpuan di Kupang Divonis Berbeda

Polisi Terima Dua Laporan Terkait Kasus Pembunuhan Mahasiswa Undana di Oesapa

Polisi Terima Dua Laporan Terkait Kasus Pembunuhan Mahasiswa Undana di Oesapa

Komentar
Berita Terbaru