Kamis, 28 Agustus 2025

Saatnya Indonesia Miliki Kementerian Haji dan Umrah

Haji dan Umrah
Ahsan Fauzi - Minggu, 13 Juli 2025 23:51 WIB
Saatnya Indonesia Miliki Kementerian Haji dan Umrah
Dok. pribadi
Muhammad Hasan Gaido Presiden Indonesia–Saudi Arabia Business Council (ISABC) dan Pendiri Gaido Travel
digtara.com - Saatnya Indonesia Miliki Kementerian Haji dan Umrah

Oleh: Muhammad Hasan Gaido
Presiden Indonesia–Saudi Arabia Business Council (ISABC) dan Pendiri Gaido Travel

Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Kerajaan Arab Saudi baru-baru ini, yang disambut hangat oleh Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Muhammad bin Salman (MBS), menandai babak baru hubungan bilateral Indonesia–Arab Saudi. Dari pertemuan dua pemimpin ini, terbangun komitmen besar dalam bidang investasi, perdagangan, dan kerja sama antarumat Islam. Dalam kontek ini, saya memandang bahwa sudah saatnya Indonesia memiliki Kementerian Haji dan Umrah sebagai institusi strategis yang sejajar dengan Ministry of Hajj and Umrah di Arab Saudi.

Mengapa Harus Kementerian, Bukan Sekadar Badan?

Sejak awal wacana pembentukan Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), saya selalu menyampaikan bahwa yang dibutuhkan bukanlah sebuah badan pelaksana, tetapi institusi setingkat kementerian. Hal ini bukan semata-mata soal struktur birokrasi, melainkan soal posisi diplomatik dan kekuatan tawar (bargaining position) Indonesia dalam ekosistem global haji dan umrah.

Dengan memiliki Kementerian Haji dan Umrah, Indonesia akan sejajar dalam berdialog dan bernegosiasi dengan Kerajaan Arab Saudi. Apalagi Arab Saudi menempatkan urusan haji dan umrah sebagai kementerian tersendiri karena memahami bahwa ibadah ini memiliki dimensi strategis, bukan hanya spiritual, tetapi juga ekonomi, sosial, dan geopolitik.

Indonesia: Muslim Terbesar Dunia, Kuota Masih Belum Adil

Fakta tak terbantahkan: Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Dari total penduduk sekitar 284 juta jiwa, sebanyak 243 juta jiwa adalah Muslim. Namun, hingga saat ini, kuota haji Indonesia masih berada di angka 221.000, sebuah jumlah yang tidak lagi proporsional. Oleh karena itu, saya mendorong agar kuota haji tahun 2026 ditingkatkan menjadi 243.000 jemaah, sesuai proporsi populasi Muslim Indonesia.

Lebih lanjut, kuota haji khusus yang selama ini diisi oleh penyelenggara swasta juga perlu dinaikkan menjadi minimal 23.000 jemaah. Ini penting karena saat ini opsi haji furoda telah dihapuskan, sehingga masyarakat yang memiliki kesiapan finansial dan ingin layanan lebih baik tetap memiliki pilihan.

Haji dan Umrah: Pintu Masuk Ekonomi Umat

Banyak yang belum menyadari bahwa di balik ibadah haji dan umrah terdapat potensi ekonomi luar biasa besar. Saya sering menyebutnya sebagai ekosistem ekonomi haji dan umrah, yang mencakup sektor konstruksi, pariwisata, logistik, perdagangan, kuliner halal, hingga jasa keuangan syariah.

Sebagai contoh, apabila Indonesia dapat membangun "Kampung Haji Indonesia" di wilayah Makkah atau Madinah dengan investasi senilai Rp 15 triliun, maka potensi arus balik ekonominya sangat besar. Semua kebutuhan proyek tersebut-mulai dari semen, marmer, baja, furnitur, tekstil, hingga tenaga kerja profesional seperti insinyur, manajemen hotel, dan chef-dapat diekspor dari Indonesia. Bahkan, produk UMKM seperti makanan halal, bumbu dapur, dan perlengkapan ibadah juga berpeluang besar masuk pasar Saudi.

Dengan pendekatan ini, defisit perdagangan Indonesia–Saudi akibat impor minyak dapat dikurangi, bahkan dibalik menjadi surplus melalui jalur ekspor kebutuhan haji dan umrah.

Rekomendasi Strategis

Sebagai Presiden ISABC dan pelaku industri haji-umrah lebih dari 22 tahun, saya mengusulkan beberapa langkah strategis:

1. Membentuk Kementerian Haji dan Umrah RI agar Indonesia sejajar dalam struktur dan diplomasi dengan Arab Saudi.

2. Menyesuaikan kuota haji Indonesia dengan populasi Muslim secara proporsional.

3. Mendorong proyek "Kampung Haji Indonesia" di Tanah Suci sebagai instrumen diplomasi ekonomi umat.

4. Menjadikan ekosistem haji-umrah sebagai bagian dari agenda strategis kerja sama bilateral.

5. Melibatkan sektor swasta dan UMKM secara sistematis dalam rantai pasok haji dan umrah.

Penutup

Jika kita mampu memosisikan urusan haji dan umrah sebagai bagian dari kekuatan diplomasi dan ekonomi nasional, maka Indonesia akan naik kelas-bukan hanya sebagai pengirim jemaah terbesar, tapi juga sebagai penggerak peradaban ekonomi syariah dunia.

Sudah saatnya Indonesia memiliki Kementerian Haji dan Umrah, agar kita tidak hanya menjalankan ibadah-tapi juga membangun peradaban dan kemandirian ekonomi umat. (San).
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru