Kamis, 28 Agustus 2025

Berkas Perkara Korupsi Rp 7,4 Miliar Lengkap, Polda NTT Limpahkan Tersangka Dirut PT Flobamor NTT ke Kejaksaan

Imanuel Lodja - Selasa, 12 Agustus 2025 11:10 WIB
Berkas Perkara Korupsi Rp 7,4 Miliar Lengkap, Polda NTT Limpahkan Tersangka Dirut PT Flobamor NTT ke Kejaksaan
ist
Penyidik Subdit III/Ditreskrimsus Polda NTT melimpahkan berkas perkara, tersangka dan barang bukti kasus korupsi dengan kerugian negara Rp 7,4 miliar lebih ke Kejaksaan, Senin (11/8/2025)

digtara.com -Penyidik Subdit III/Tipikor Direktorat Reskrimsus Polda NTT menyelesaikan penanganan kasus tindak pidana korupsi pelaksanaan kegiatan subsidi kapal penyeberangan angkutan perintis lintas Kupang – Lewoleba, Kupang – Ende, Kupang – Kalabahi – Teluk Gurita – Ilewake – Kiser pada Satuan Kerja (Satker) Pengembangan LLASDP Nusa Tenggara Timur TA 2014.

Baca Juga:

Penanganan kasus ini sesuai dengan laporan polisi nomor LP-A/04/VII/2015/Ditreskrimsus, tanggal 27 Juli 2015 diikuti dengan surat perintah penyidikan nomor: Sp–Sidik/125.k.1/VII/2025/Ditreskrimsus, tanggal 9 Juli 2025.

Tindak pidana korupsi ini terjadi pada Tahun Anggaran 2014 pada Satker Pengembangan LLASDP NTT TA 2014 dan PT Flobamor yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Jaksa peneliti pada Kejaksaan Tinggi NTT menyatakan berkas perkara sudah lengkap atau P21.

Hal ini sesuai dengan surat Kejaksaan Tinggi NTT Nomor: B-2443A/N.3.5/Ft.1/06/2025 tanggal 26 Juni 2025 hal pemberitahuan hasil penyidikan perkara pidana atas nama Ir Agus Suryansyah Ismail sudah lengkap (P-21).

Senin (11/8/2025) siang, penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT melimpahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan negeri Kota Kupang.

Pelimpahan dilakukan Kasubdit III/Tipikor, Kompol Dr I Kadek Hery C bersama AKP Jamari, Aiptu Agus Trimanto dan Bripka Ariyanto Sogen.

Penyerahan tersangka dan barang bukti diterima oleh JPU, Fahmi yang juga Kepala Seksi Penuntutan - Kejati NTT.

Penyerahan tersangka Ir Agus Suryansyah Ismail yang juga Direktur Utama (Dirut) PT Flobamor diawali dengan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit Bhayangkara Titus Uly Kupang.

Tersangka dinyatakan sehat dan kemudian dilimpahkan bersama barang bukti ke pihak kejaksaan.

Dalam perkara ini, kerugian negara sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTT tanggal 1 Juli 2019 sebesar Rp 7.461.198.555.

Sejumlah barang bukti yang ikut diserahkan penyidik Ditreskrimsus Polda NTT yakni dokumen kontrak dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi serta uang tunai sebesar Rp 189.540.000.

Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra membenarkan pelimpahan tersangka dan barang bukti tersebut.

"Penyerahan tahap II ini menunjukkan keseriusan penyidik Polda NTT dalam menegakkan hukum secara profesional, transparan dan akuntabel," ujar Kombes Henry pada Senin (11/8/2025).

Dalam kaitan dengan penanganan kasus ini, penyidik sudah memeriksa 43 orang saksi, terdiri dari dua saksi dari Kementrian Perhubungan RI, 10 orang saksi dari Satker LLASDP NTT, delapan saksi dari PT Flobamor, dua saksi dari PT. ASDP Ferry Indonesia Cabang NTT, empat saksi dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), tujuh saksi dari PT DKB Cabang Cirebon, Provinsi Jawa Barat, tujuh saksi dari CV Zap Utama Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dan tiga orang saksi dari PT. Jotun Indonesia.

Ada pula empat orang saksi ahli yakni ahli pengadaan barang/jasa Pemerintah dari LKPP RI, ahli administrasi negara dari Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, ahli keuangan negara/daerah dari Kementerian Keuangan RI, dan ahli Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dari BPKP Perwakilan NTT.

Tersangka Agus Suryansyah Ismail (67), yang juga warga Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, NTT menjabat sebagai Dirut PT Flobamor NTT pada tahun 2014.

Dalam kasus ini, diperoleh informasi kalau penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disusun staf PT Flobamor yang tidak mengacu pada pedoman perhitungan biaya subsidi pengoperasian kapal penyeberangan perintis TA 2014 yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hanya menandatangani HPS tersebut dan nilai HPS melebihi ketentuan.

Alasannya karena PT Flobamor melakukan pekerjaan docking kapal Sirung dan docking kapal Pulau Sabu mendahului kontrak dengan Satker LLASDP NTT dengan mark up harga.

Dalam proses lelang, seharusnya PT Flobamor gugur karena Dokumen Of Compliance (DOC) dan Safety Management Certificate (SMC) telah habis masa berlakunya tanggal 23 April 2014 sehingga tidak memenuhi syarat dan tidak lulus administrasi.

Penyidik menemukan bahwa pekerjaan subsidi angkutan perintis TA 2014 yang dikerjakan PT Flobamor mendahului kontrak dengan Satker LLASDP NTT.

Pekerjaan dilakukan dari 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2014 dan kontrak ditandatangani PPK Satker LLASDP NTT dengan Direktur PT. Flobamor pada 14 Juli 2014.

Lokasi docking kapal Ile Boleng dalam kontrak di PT DKB Cirebon. Namun malah dilakukan di CV. ZAP Utama Makassar, dan tidak dilakukan addendum kontrak antara PPK dengan PT Flobamor dan sudah terbayarkan 100 persen sesuai dengan nilai kontrak.

Dalam kasus ini, tersangka dikenakan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.

Subsider pasal 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.

Selanjutnya pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Arie
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Silaturahmi Dengan Kapolda NTT, GM PT PLN UIP Nusra Bahas Soal Geothermal dan Energi Surya

Silaturahmi Dengan Kapolda NTT, GM PT PLN UIP Nusra Bahas Soal Geothermal dan Energi Surya

Bhabinkamtibmas di Sumba Barat Bagi Buku Bagi Anak Sekolah

Bhabinkamtibmas di Sumba Barat Bagi Buku Bagi Anak Sekolah

Warga Tiga Kelurahan di Kota Kupang Segera Punya Sumber Air Bersih Bantuan Kapolda NTT

Warga Tiga Kelurahan di Kota Kupang Segera Punya Sumber Air Bersih Bantuan Kapolda NTT

Kabid Propam Polda NTT Ingatkan Polwan Bijak Gunakan Medsos

Kabid Propam Polda NTT Ingatkan Polwan Bijak Gunakan Medsos

Polda NTT-Bakamla Berkomitmen Jaga Keamanan Maritim

Polda NTT-Bakamla Berkomitmen Jaga Keamanan Maritim

Ke Sekolah Selalu Menyeberangi Perairan, Siswa di Rote Ndao Dapat Bantuan Perahu dan Perlengkapan dari Ditpolairud Polda NTT

Ke Sekolah Selalu Menyeberangi Perairan, Siswa di Rote Ndao Dapat Bantuan Perahu dan Perlengkapan dari Ditpolairud Polda NTT

Komentar
Berita Terbaru