Jumat, 03 Oktober 2025

Kresna Ola Sosok Polisi Yang Berantas Buta Aksara di Perbatasan

Imanuel Lodja - Kamis, 13 Juni 2019 00:00 WIB
Kresna Ola Sosok Polisi Yang Berantas Buta Aksara di Perbatasan

Digtara.com | KUPANG – Anggota Bhabinkamtibmas ini bukanlah polisi biasa. Selain menjalankan tugasnya dalam keseharian sebagai anggota polisi yang ditugaskan di Desa Kenebibi Kecamatan Kakulukmesak, Kabupaten Belu, nusa Tenggara Timur,  ia juga menjadi guru bagi masyarakat yang hidup di wilayah perbatasan.

Baca Juga:

Ya, Brigadir Polisi Kresna Ola menjadi salah satu sosok polisi mulia dari ribuan polisi yang menjalankan program pemerintah dalam memberantas buta aksara di wilayah batas RI – Timor Leste bagi eks warga Timor Timor tersebut, Rabu (12/6/2019).

“Saya mulai bertugas di wilayah tersebut sejak 2015, mulai menghimpun warga sejak 2016 dan mulai mengajari masyarakat agar tidak buta aksara,” kata Kresna.

Ia menceritakan kalau sumber daya manusia di wilayah tersebut sangat rendah, sehingga berdampak pada tindakan masyarakat  yang kerap mengarah ke perbuatan kriminal seperti aksi pajak liar, penganiayaan dan mengkonsumsi minuman keras hingga mabuk dan berbuat keonaran.

Berbekal tekad dan semangat yang tinggi, bintara lulusan SPN Kupang Polda NTT  2015 lalu terlebih dahulu mengenali karakter warga setempat kemudian membentuk komunitas sekolah buta aksara Desa Kenebi.

“Saya berkeinginan warga bisa mengenal huruf sehingga kedepannya mulai bisa membaca dan menulis,” harap Kresna.

Sambil mengajar, Kresna sekaligus menghimbau warga agar menasehati anak-anak mereka tidak melakukan kejahatan. Awalnya kelompok ini beranggotakan 60 bapak dan ibu buta aksara. Namun karena terkendala jarak rumah yang berjauhan maka peserta didik dibagi menjadi dua kelompok.

Walau terkendala kurangnya tempat belajar maupun alat tulis, dirinya tetap berupaya mengagendakan jam belajar.  Waktu belajar pun disesuaikan dengan waktu luang warga masyarakat. Namun setiap minggu dilakukan pertemuan setiap hari Rabu petang antara pukul 15.00 hingga 16.00 Wita.

Secara swadaya dalam menjalankan misi kemanusiaan tersebut,  Kresna dibantu Kapolsek Kakulukmesak Polres Belu saat itu, Iptu Ketut berupaya membeli buku dan pensil tulis bagi peserta kelompok belajar.

Selain minimnya prasarana, kendala lain dihadapinya  adalah saat mengumpulkan warga agar proses belajar mengajar dimulia.  Sering kali warga enggan berkumpul kalau tidak mendapatkan apa-apa. Kresna pun tidak kehilangan akal, melalui berbagai pendekatan maka puluhan warga pun mau bergabung dalam kelompok belajar.

Ia mengakui, bahwa masalah komunikasi jadi tantangan serius. Rata-rata warga asal Timor Leste ini tidak menggunakan bahasa Tetun tetapi memakai bahasa tokodede, salah satu bahasa asli masyarakat asal Maubara Timor Leste yang hanya digunakan masyarakat tertentu. Sementara bahasa Tetun adalah bahasa resmi masyarakat Timor Leste yang familiar bagi masyarakat lain di perbatasan.

Meski demikian, Kresna bertekad  bulat dengan minimnya bantuan pemerintah daerah dan tantangan lain tidak akan menyurutkan niatnya mencerdaskan kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan RI-Timor Leste. Rata-rata muridnya adalah ibu rumah tangga yang tidak pernah mengenyam pendidikan.

“kalau lelah pasti, tapi dengan niat yang tulus untuk mencerdaskan masyarakat rasa lelah itu hilang. Dan ada kesenangan tersendiri saat berhasil mengedukasi warga,” akunya.

Sebagian kaum bapak pun ikut kelas termasuk juga anak usia sekolah juga ikut belajar. Mereka rata-rata putus sekolah di bangku kelas III sekolah dasar saat masih menjadi warga Timor-Timur.

Untuk memudahkan akses masyarakat yang mau belajar maka Kresna meminjam halaman rumah Laurindu do Santos yang juga ketua RT 11/RW 03 Desa Kenebibi Kecamatan Kakulukmesak Kabupaten Belu.

Dibawah pohon, masing-masing peserta didik membawa kursi sendiri dari rumah untuk belajar. Kresna juga menyiapkan papan tulis dan spidol sebagai alat bantu mengajar.

Setiap akhir pelajaran, masing-masing peserta diberikan tugas menulis huruf dan kata seperti nama hari atau nama bulan dan nama masing-masing peserta. Pada pertemuan berikutnya, tugas tersebut dievaluasi bersama peserta.

Laurindu do Santos (53) dan istri merupakan peserta kelas belajar yang sudah bergabung sejak Oktober 2016. Mereka mengaku gembira dan senang atas terobosan dari anggota Polri tersebut. Kebanggaan lain yang dirasakan adalah sikap familiar polisi dalam melakukan pendekatan sehingga masyarakat dan polisi pun akrab serta memiliki kesatuan.

“Kami semangat dan senang ikut kegiatan ini. Sekarang kami sudah bisa mengenal huruf A sampai Z dan huruf gabungan,” ujar Santos yang memiliki tiga orang anak ini.

Santos pun antusias mengajak dan mendorong warga untuk ambil bagian dalam belajar. Waktu belajar pun disesuaikan sehingga tidak menganggu kegiatan ibu rumah tangga maupun kaum bapak yang harus berkebun.

Banyak warga bersyukur karena polisi sudah berbuat banyak bagi warga mulai dari pemberantasan buta huruf hingga menekan angka kriminalitas di wilayah mereka.

Kini, kelompok yang rata-rata diisi warga putus sekolah dan tidak pernah bersekolah ini sudah berkembang menjadi kelompok arisan maupun kelompok pekerja yang mengutamakan gotong royong.

Hal lain yang dirasakan warga adalah adanya kemajuan bagi mereka sehingga selain bisa membaca dan menulis, warga pun bisa berkomunikasi lancar dengan warga lain yang berkunjung ke wilayah mereka.

Mereka tetap berharap adanya perhatian pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan tersebut karena disadari makin banyak warga buta huruf yang berminat untuk mengikuti proses belajar, meskipun lokasi belajar dan sarana yang serba terbatas. (Put)

Untuk menunjukkan rasa bersyukur, warga menghibahkan lahan untuk dibangun rumah baca merah putih. Bangunan rumah baca dibangun secara swadaya oleh masyarakat dan warga belajar. Bahan bangunan pun seperti pasir, batu, semen dan seng dikumpulkan secara swadaya.

Brigpol Kresna Ola bersama Kapolda NTT Irjen Pol Drs Raja Erizman usai mendapat penghargaan dari Kapolri sebagai juara II polisi teladan nasional,

Kini rumah baca merah putih bukan sekedar menjadi rumah baca namun sudah menjadi bangunan serba guna, dan bisa dipakai untuk kegiatan keagamaan, pemerintah dan kegiatan sosial kemasyarakatan.

Warga belajar hanya memanfaatkan pada setiap Rabu dan Jumat petang usai berkebun untuk belajar menulis dan membaca. Buku bacaan juga diadakan secara swadaya dan juga dukungan dari perorangan maupun kelompok yang peduli pada kegiatan sang polisi tersebut.

Atas dedikasinya, Brigpol Kresna Ola mendapatkan penghargaan dari kapolri Jenderal Tito karnavian sebagai sebagai juara II polisi teladan tingkat nasional. (Put)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Imanuel Lodja
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Ribut Pasca Mabuk Miras, Sejumlah Pemuda di Kupang Diamankan Polisi

Ribut Pasca Mabuk Miras, Sejumlah Pemuda di Kupang Diamankan Polisi

Tersangka Pembuang Bayi di Kupang Dilimpahkan ke Kejaksaan

Tersangka Pembuang Bayi di Kupang Dilimpahkan ke Kejaksaan

Dinkes dan BKD Langkat Bantah Tudingan Pungli: Proses Kenaikan Jabatan Sesuai Regulasi Nasional

Dinkes dan BKD Langkat Bantah Tudingan Pungli: Proses Kenaikan Jabatan Sesuai Regulasi Nasional

Ketua DPRD Sumut Sambut KoJAM Dalam Kolaborasi Pemberitaan

Ketua DPRD Sumut Sambut KoJAM Dalam Kolaborasi Pemberitaan

Mahasiswa di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri, Sebelum Tewas, Korban Sempat Minta Uang Beli Pulsa

Mahasiswa di Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri, Sebelum Tewas, Korban Sempat Minta Uang Beli Pulsa

Polisi Amankan Orangtua Balita yang Aniaya Anak hingga Meninggal Dunia

Polisi Amankan Orangtua Balita yang Aniaya Anak hingga Meninggal Dunia

Komentar
Berita Terbaru