Inilah Alasan Edy Ikhsan Maju di Pilkada Medan
Digtara.com | MEDAN – Edy Ikhsan menjadi salah satu nama yang digadang-gadang maju di Pilkada Medan 2020 lewat jalur non partai. Banyak dukungan mengalir untuk niat Dosen Hukum USU itu memperbaiki Kota agar Medan menjadi lebih manusiawi.
Baca Juga:
Alasan pertama Edy Ikhsan maju kontestasi adalah ingin bertarung pada ring yang lebih keras. “Banyak sekali datang pertanyaan itu. Tapi akan saya utarakan di sini, di GMKI. GMKI bagi saya bukan rumah lain karena sesama aktivis sewaktu saya di HMI, kami sering berdiskusi di sini dulu. Artinya bisa dikatakan saya kembali ke sini lagi,” kata Edy Ikhsan dalam diskusi digelar Rabu (3/7) malam mengambil tema ‘Refleksi Hari Jadi ke-429 tahun Kota Medan: Medan Rumah Siapa?’ menghadirkan sejumlah pembicara.
“Saya berpikir ini bukan sekadar pemilihan, tapi ini perang. Sudah 30 tahun berada pada ruang kampus, saya ingin bertarung pada ruang yang lebih ganas. Menjembatani rasa kekecewaan, orang-orang yang terabaikan dan para pencari keadilan. Jadi ini bukan sekadar pemilihan,” tegas Dosen Hukum USU itu.
Menurutnya, harus ada orang berani mengambil keputusan tanpa terbebani masa lalu. “Seperti tagline klub Liga Inggris Tottenham Hotspur. Dare is to do, berani maka bertindakkah,” ujar lulusan Leiden Belanda tersebut.
Alasan lainnya, ingin memantik pendidikan politik yang selama ini kurang dilakukan partai politik. “Saya menempuh jalur non partai juga ingin membuktikan jalur independen bisa memberi pendidikan politik yang baik,” ungkap Edy Ikhsan.
Dan alasan lain yang juga masih terkoneksi yakni meruntuhkan politik plutokrasi yang mengandalkan kekuatan materi kapital sebagai senjata utama.
“Saya tegaskan jika anda memberi suara anda pada yang membeli, maka jangan harap ada perubahan pada kota ini. Money politic membuat harapan-harapan generasi pupus. Kita berperang bukan hanya untuk saat ini, tapi demi anak-anak kita yang akan lahir nanti,” tegas Edy Ikhsan.
Sebenarnya, Kota Medan awalnya dirancang sebagai kota yang punya potensi untuk bersaing dengan daerah mana pun. Namun pengrusakan ekosistem cultural melalui money politic menghancurkan kekayaan kebudayaan Kota Medan.
“Ini berdampak pada proses pembangunan yang tak berorientasi pada aspirasi rakyat. Akibatnya kita gagal merencanakan pembangunan masa depan kota ini. Dan pada akhirnya Medan ini seperti kota tanpa identitas,” tukas Edy Ikhsan.