Utang Luar Negeri Indonesia Bengkak Jadi Rp 7.078 Triliun, BI: Masih Terkendali

Baca Juga:
Meski nilainya naik, laju pertumbuhannya tercatat melambat.
"ULN Indonesia tumbuh 6,8 persen secara tahunan (yoy), melambat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 8,2 persen," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny, Senin (14/7/2025).
ULN Pemerintah dan Swasta: Dua Arah Berbeda
Secara rinci, posisi ULN pemerintah per Mei 2025 mencapai 209,6 miliar dolar AS, atau tumbuh 9,8 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dibanding April 2025 yang tumbuh 10,4 persen.
Perlambatan ini disebut akibat jatuh temponya sejumlah Surat Berharga Negara (SBN) internasional, meski masih diiringi masuknya dana asing pada SBN domestik.
BI menyatakan bahwa ULN pemerintah sebagian besar dialokasikan untuk sektor-sektor prioritas, seperti:
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,3%)
- Administrasi Pemerintah dan Pertahanan (18,7%)
- Pendidikan (16,5%)
- Konstruksi (12%)
- Transportasi dan Pergudangan (8,7%)
Sementara itu, ULN swasta justru mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen (yoy), lebih dalam dibanding April yang tercatat minus 0,4 persen.
Kontraksi ini disebabkan oleh:
- Perlambatan utang lembaga keuangan (dari 2,8% ke 1,2%)
- Kontraksi utang korporasi non-keuangan (dari -1,2% ke -1,4%)
Sektor dominan dari ULN swasta mencakup:
- Industri Pengolahan
- Jasa Keuangan & Asuransi
- Pengadaan Listrik & Gas
- Pertambangan
Total empat sektor ini menyumbang 80,2 persen dari total ULN swasta.
Masih Aman? Rasio ULN Terhadap PDB Dijaga di 30,6%
Meski meningkat, BI menegaskan bahwa struktur utang Indonesia masih sehat. Ini tercermin dari:
- Rasio ULN terhadap PDB di level 30,6%
- ULN jangka panjang mendominasi hingga 84,6%
"Struktur ULN tetap terkendali dan dikelola secara hati-hati. Koordinasi antara BI dan pemerintah terus diperkuat," ujar Ramdan.
Optimalkan Peran ULN, Minimalkan Risiko
BI menegaskan bahwa peran ULN akan terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Namun demikian, risiko dari sisi global seperti ketidakpastian ekonomi dan volatilitas pasar tetap menjadi perhatian utama pemerintah dan otoritas moneter.

Saatnya Indonesia Miliki Kementerian Haji dan Umrah

Jack Dorsey Bangkit Lewat BitChat, Aplikasi Chat Tanpa Internet atau SIM Card

Gagah Tak Harus Mahal: 5 Rekomendasi SUV Bekas Tangguh Mulai Rp 80 Jutaan

Innalillahi… Penyanyi Dangdut Senior Yunita Ababiel Meninggal Dunia di Depok

Harga Bitcoin Catat Rekor Tertinggi: Apakah Aset Kripto Layak untuk Investasi?
