Jumat, 29 Maret 2024

Coki Pardede Berujung Rehabilitasi Narkoba, Menyoal Diskriminasi Artis dengan Warga Biasa

- Senin, 06 September 2021 04:05 WIB
Coki Pardede Berujung Rehabilitasi Narkoba, Menyoal Diskriminasi Artis dengan Warga Biasa

digtara.com – Penangkapan Coki Pardede karena kasus narkoba hingga berujung rehabilitasi memicu kembali sebuah pertanyaan soal hukum di Indonesia. Tak lama heboh penangkapan sang artis langsung rehabilitasi. Namun tidak demikian dengan warga biasa.

Baca Juga:

Ketika mengulik laman google lalu ketikkan kata ‘bawa sabu 0,5 gram dihukum’ maka kita akan menemukan serangkaian hukuman fantastis bagi pengguna sabu yang rata-rata mengantongi barang bukti di bawah 0,5 gram.

Rata-rata mereka dihukum 4 sampai 5 tahun. Bahkan yang fantastis sampai dituntut 12 tahun penjara gegara dia pernah terjerat kasus serupa. Bahkan 0,06 gram sabu dibui 5 tahun.

Kasus tuntutan 12 tahun itu menimpa orang bernama Risbul Bahri warga Krembangan, Surabaya. Ia dituntut 12 tahun penjara oleh JPU Kejaksaan Negeri (Kajari) Pelabuhan Tanjung Perak.

JPU bahkan menuntut denda Rp 1 miliar dan subsider tiga bulan penjara. JPU Mochamad Solton mengatakan, alasan pihaknya menuntut cukup tinggi karena yang bersangkutan adalah residivis dalam kasus serupa.

Dengan beratnya hukuman itu sepertinya aparat negeri ini serius memberantas Narkoba. Tapi di satu sisi, penerapan hukum negeri ini adalah sebuah ironi.

rehabilitasi narkoba
Tangkapan layar hasil pencarian google

Batasan Batasan

Ada aturan mengenai batas maksimum pengguna Narkoba yang seharusnya direhabilitasi. Bila melebihi jumlah maksimum itu, maka seorang tersangka akan langsung dijerat UU Narkotika, bukan lagi pecandu.

Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 sudah merincinya.

Berikut ini daftar batasannya:
– sabu kurang dari 1 gram.
– ekstasi kurang dari 2,4 gram atau sama dengan 8 butir.
– Kelompok Heroin kurang dari 1,8 gram.
– Kelompok Kokain kurang dari 1,8 gram.
– Kelompok Ganja kurang dari 5 gram.
– Daun Koka kurang dari 5 gram.
– Meskalin kurang dari 5 gram.
– Kelompok Psilosybin kurang dari 3 gram.
– Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) kurang dari 2 gram.
– Kelompok PCP (phencylidine) kurang dari 3 gram.
– Kelompok Fentanil kurang dari 1 gram.
– Kelompok Metadon kurang dari 0,5 gram.
– Kelompok Morfin kurang dari 1,8 gram.
– Kelompok Petidin kurang dari 0,96 gram.
– Kelompok Kodein kurang dari 72 gram Kelompok.
– Bufrenorfin kurang dari 32 mg

Misalnya sabu di bawah 1 gram, semestinya penegak hukum akan mengarahkannya untuk menjalani rehabilitasi. Pengguna akan lebih dulu menjalani proses assessment sebelum dipastikan direhab.

Nah dalam proses inilah ada cela penegak hukum untuk menentukan seseorang yang tertangkap dengan barang bukti Narkoba diproses hingga ke pengadilan atau langsung assestment ke rehabilitasi.

Di sinilah terkadang memunculkan opini beragam yang menimbulkan pro kontra.

Melansir law.unja.ac.id, dalam setiap perkara narkotika, sebenarnya para penegak hukum hingga pemutus perkaranya mesti berangkat dari aturan yang sama, yaitu Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-Undang itu merupakan regulasi ‘khusus’ yang menyimpang dari sistem pemidanaan yang selama ini berlaku di Indonesia.

Dikatakan ‘khusus’ karena undang-undang ini menganut double track system pemidanaan bagi penyalah guna untuk diri sendiri dengan kewajiban bagi seluruh lembaga pengadilan di Indonesia untuk menghukum rehabilitasi. Adapun pengedarnya dihukum penjara atau mati.

Namun, di wilayah Indonesia lainnya masih saja terdapat putusan hakim terhadap penyalah guna narkotika dijatuhkan pidana penjara tidak disertai rehabilitasi. Ini tentu mengabaikan esensi dari regulasi yang sudah ada. Bahkan, menyebabkan permasalahan dalam sejarah perundang-undangan di Indonesia.

Efek lain dari hal tersebut menyebabkan beban bagi negara yang harus membiayai terpidana narkotika selama menjalani masa pidananya di dalam lembaga pemasyarakatan.

Artis dan Warga Biasa

Jika membandingkan hukuman yang sudah dialami warga biasa dengan kasus artis, teranyar masalah Coki Pardede, tentu saja kita miris.

Kembali lagi muncul pertanyaan soal diskriminasi hukum terhadap artis dan warga biasa.

Tak lama setelah ditangkap, si artis pemadat akan mendapatkan rekomendasi untuk rehabilitasi. Selanjutnya, mereka sudah kembali bebas berbaur di tengah masyarakat.

Hal itu tentu berbanding terbalik ketika warga biasa yang terjerat kasus serupa. Praktis, menimbulkan kesan ada tebang pilih dalam penegakan hukum.

Kriminolog Adrianus Meliala pernah menyoroti persoalan itu. “Kecurigaan orang memang begitu,” ujar Adrianus saat dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (15/2/2018).

Ia menjelaskan permasalahan berada kepada akses. “Yang sebetulnya terjadi adalah, karena artis, maka mereka lebih mudah mengakses penyidik, pelayanan assessment narkoba dan pemberian jaminan untuk ikut rehabilitasi serta ikut rehab itu sendiri,” jelasnya.

“Jangan-jangan malah pusat-pusat rehab yg malah sibuk membantu si artis,” sambungnya.

Sedangkan, lanjutnya, untuk warga biasa biasanya tidak mempunyai akses atau kenalan yang bisa mencarikan informasi terkait pusat rehabilitasi.

“Maka tergantung penyidik (pencarian pusat rehabilitasi),” ucapnya.

Sayangnya lanjut Adrianus, jika bergantung pada rekomendasi penyidik memakan waktu lama.

“Bisa dibilang begitu. Karena sistemnya kan tidak terintegrasi, ada banyak lembaga yg ngurusin (dengan tata kelola yang berbeda-beda) dan tidak online,” ungkapnya.

Ia menegaskan dalam hal itu seorang artis yang terjerat narkoba berada dalam posisi yang diuntungkan.

“Jadi si artis berada pada posisi diuntungkan punya uang, banyak fans yang mau membantu kasih info dan bahkan polisi pun lebih murah hati memberi diskresi,” bebernya.

“Kalau orang biasa/susah, hal-hal di atas relatif sulit diperoleh,” tambahnya.

Fakta itu, tambah Adrianus, yang menjadi sorotan Ombudsman.

“Kami di Ombudsman kan juga sudah mengkritik konsep rehab yang ada sekarang. Niatnya baik tetapi amat memungkinkan terjadi maladministrasi,” tandasnya.

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
:
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Komentar
Berita Terbaru