Sosok Mantan Imam Masjidil Haram Sheikh Al-Thalib yang Divonis 10 Tahun Penjara Gegara Khotbah
digtara.com – Mantan imam Masjidil Haram di Arab Saudi, Sheikh Saleh Al-Thalib dijatuhi hukuman 10 tahun penjara. Kepastian hukum itu menjadi sorotan sejak ditangkap pada Agustus 2018 lalu.
Baca Juga:
Meski begitu, motif penangkapan hingga vonis tidak begitu jelas. Al Jazeera melaporkan bahwa pengamat hak asasi manusia menduga Al-Thalib ditangkap karena salah satu khotbahnya.
Dalam khotbah itu, Al-Thalib dilaporkan mengkritik keputusan Saudi untuk mengizinkan lelaki dan perempuan yang bukan muhrim berbaur di satu tempat.
Sejak 2017, Saudi memang kerap menangkap imam dan aktivis yang mengkritik kerajaan. Al-Thalib hanya satu di antaranya.
Sosok Sheikh Saleh Al-Thalib?
Al-Thalib lahir di Riyadh, Arab Saudi, pada 1974. Ia berasal dari keluarga Hawtat Bani Tamim yang terkenal dengan kecerdasannya dalam ilmu pengetahuan, peradilan, ilmu Syariah, dan Al-Quran.
Dia juga merupakan alumni Universitas Imam Saudi.
Al-Thalib mendapat gelar pascasarjana studi Perbandingan Yurisprudensi Islam, sebagaimana diberitakan Haramin Sharifian.
Al-Thalib juga menamatkan gelar Magister Hukum Internasional dari Georgetown, Washington DC, AS. Tak heran jika ia fasih berbahasa Inggris.
Laki-laki berusia 48 tahun itu juga seorang hakim di Pengadilan Tinggi Mekkah.
Namun, tak ada informasi lebih lanjut soal pengangkatan Al-Thalib.
Selama menjadi hakim, ia disebut tak pernah menentang rezim Saudi.
Namun, Al-Thalib keberatan dengan kebijakan baru yang dianggap sebagai pemaksaan terhadap masyarakat.
Aturan itu di antaranya soal pendudukan Israel di Palestina, juga menutup lembaga keagamaan untuk diganti dengan tempat hiburan.
Al-Thalib lantang menyuarakan penolakan perbaikan hubungan Saudi dan Israel. Ia mendesak agar masyarakat tetap mendukung Palestina.
Ia menilai setiap orang yang berusaha memaksakan kehendak atas Yerusalem sedang berusaha menebar kekacauan, memicu kekerasan, menanam kebencian, dan memancing pertumpahan darah di kawasan itu.
Menurutnya, hal-hal tersebut menimbulkan keretakan dalam masyarakat dan distorsi peradaban dunia.
Kritiknya memuncak pada 2018, saat ia menyampaikan khotbah yang berujung pada penangkapannya.
Ia pun melepaskan jabatannya sebagai imam Masjidil Haram yang sudah ia pegang sejak 2003.