Rabu, 17 April 2024

Politisi, Gubernur dan Akademisi Desak Presiden Batalkan UU Cipta Kerja

Arie - Jumat, 09 Oktober 2020 15:05 WIB
Politisi, Gubernur dan Akademisi Desak Presiden Batalkan UU Cipta Kerja

digtara.com – Gelombang penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law terus menggema di Indonesia. Desak Presiden Batalkan UU Cipta Kerja

Baca Juga:

Aksi demonstrasi mahasiswa dan buruh pun terjadi hampir di seluruh kota di negeri ini. Puncaknya pada Kamis, 8 Oktober 2020 kemarin.

Bentrokan antara demonstran dengan aparat, pembakaran dan pengrusakan berbagai fasilitas hingga tindakan represif aparat mewarnai unjuk rasa pada hari itu.

Dengan kondisi ini, politisi Partai Gerindra, Fadli Zon mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendengar aspirasi penolakan, dan segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu untuk membatalkan Omnibus Law tersebut.

“Pak @jokowi, RUU ini atas inisiatif pemerintah. Walaupun telah disahkan @DPR_RI dengan jurus kilat dan tergesa-gesa, ada baiknya dipertimbangkan aspirasi masyarakat banyak. Saran saya segera keluarkan Perppu membatalkan #OmnibusLaw,” tulis Fadli Zon di akun Twitter @fadlizon yang dikutip Jumat (9/10/2020).

Baca: Tolak Omnibus Law, Pengunjuk Rasa Bakar Mobil Polisi dan Rusak Mobil Dinas

“Pak Kapolri, banyak polisi brutal dalam penanganan demonstrasi di berbagai tempat. Lihat saja video yang diambil warga. Sangat tidak profesional dan menganggap demonstran sebagai musuh. Seharusnya polisi di lapangan tak boleh bawa senjata @DivHumas_polri,” tulisnya.

Selain itu, Fadli mengapresiasi para kepala daerah yang melakukan dialog dengan para buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat di daerahnya yang menolak UU Cipta Kerja. Dan akan menyampaikan aspirasi agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu.

“Kalau banyak Gubernur seperti ini, saya yakin presiden @jokowi akan mempertimbangkan keluarkan Perppu membatalkan #OmnibusLaw,” kicaunya.

Gubernur Kaltim

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, meminta Presiden Jokowi untuk mencabut Omnibus Law, UU Cipta Kerja, yang sebelumnya telah disahkan oleh DPR.

Menurut Sutarmidji, hal tersebut perlu dilakukan demi menghindari pertentangan di masyarakat.

“Saya Gubernur Kalbar, dengan ini mohon kepada Presiden untuk secepatnya mengeluarkan Perppu yang menyatakan mencabut Omnibus Law, UU Cipta Kerja, demi terhindarnya pertentangan masyarakat dan tidak mustahil semakin meluas,” tulis Sutarmidji di akun Facebook miliknya, dikutip Jumat.

Ia mengatakan, Undang-Undang yang baik seharusnya sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Baca: SBY Dituduh Dalangi Demo Tolak UU Cipta Kerja, Demokrat Akan Lakukan Ini

Penolakan juga disuarakan oleh ratusan akademisi dari berbagai universitas di seluruh Indonesia.

“Forum ini bentuk tanggung jawab kaum intelektual. Kami berharap agar bapak ibu yang terhormat serta saudara-saudara lainnya yang terlibat dalam pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja ini sungguh-sungguh mendengar keberatan kami,” kata Profesor Susi Dwi Harijanti, pengajar di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, dalam forum pernyataan sikap itu.

Ratusan Profesor, Dekan, dan Dosen ini menyebut DPR memperlakukan UU Cipta Kerja secara berbeda. Menurut mereka pembahasan UU ini tergolong cepat, berbeda dengan pembahasan lain yang biasanya lamban.

Dilakukan Malam Hari

Susi yang mewakili forum saat membacakan pernyataan sikap, mengungkapkan prosedur dan muatan UU Cipta Kerja sangat terburu-buru. Salah satu ketergesaan, misalnya, pengesahan UU Cipta Kerja ini dilakukan pada malam hari, Senin 5 Oktober 2020.

“Sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri yang terhomat. Begitu banyak yang mengkritik kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja tapi pembuat undang-undang bergeming. Lalu dianggap apa partisipasi publik,” katanya.

Mereka menyayangkan eksklusifitas UU Cipta Kerja. Para akademisi juga menduga produk hukum ini bukan untuk kepentingan rakyat. Padahal, menurut mereka undang-undang adalah alat bagi rakyat untuk menentukan bagaimana cara negara diatur dan bagaimana negara diselenggarakan.

Susi menyoroti mengapa Undang-Undang Cipta Kerja ini kontroversial. Salah satu yang ia sebut adalah UU Cipta Kerja telah menyalahi konstitusi soal otonomi daerah.

Baca: Mau Ikut Demo Bawa Bom Molotov, 2 Pelajar Diamankan Polisi

Selain itu ia juga menyebut soal pencabutan hak tenaga kerja yang memicu protes dari buruh, dan hak atas lingkungan hidup.

“Kami tidak ingin demoralisasi Indonesia bergerak meluas akibat pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja,” kata dia.

Muhammadiyah

Penolakan juga disuarakan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menegaskan sejak awal Muhammadiyah meminta kepada DPR untuk menunda, bahkan membatalkan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Selain karena masih dalam masa pandemi Covid-19, di dalam RUU itu juga banyak pasal yang kontroversial.

“RUU Cipta Kerja tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat. Padahal seharusnya sesuai UU, setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat, tapi DPR jalan terus, Omnibus Law tetap disahkan,” kata Mu’ti.

Dikatakan, usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR. Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Law Cipta Kerja.

Namun masih ada pasal terkait dengan perizinan yang masuk dalam Omnibus Law Cipta Kerja.

Mu’ti menyampaikan, sebaiknya semua elemen masyarakat dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik. Jika terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU tersebut dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru.

Baca: Demo Tolak Omnibus Law, AKBAR Sumut Bawa Patung Babi Menuju DPRD Sumut

PBNU Juga Menolak

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan pernyataan sikap resmi terkait pengesahan UU Cipta Kerja.

NU akan ikut bersama pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh Ketua PBNU Said Aqil Siroj dan Sekjen Helmy Faishal Zaini.

Ada 9 butir sikap yang dituangkan ormas Islam tersebut menanggapi pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020.

Tokoh NU Ulul Abshar Abdalla menyebarkan sikap resmi tersebut pada Jumat. Dia mengatakan bahwa sikap PBNU berada di pihak yang menolak UU tersebut.

“Kata Kiai Said, ini UU yang zalim,” tulisnya di Twitter.

Saksikan video-video terbaru lainnya hanya di Channel Youtube Digtara TV. Jangan lupa, like comment and Subscribe.

Politisi, Gubernur dan Akademisi Desak Presiden Batalkan UU Cipta Kerja

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
: Arie
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Komentar
Berita Terbaru