Komnas HAM Sebut Penerapan Darurat Sipil Tidak Tepat
digtara.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai wacana Presiden Joko Widodo untuk menetapkan status Darurat Sipil untuk penanganan virus korona (Covid-19), tidak tepat. Mereka pun meminta wacana itu tidak benar-benar direalisasikan.
Baca Juga:
“Yang kita butuhkan darurat kesehatan nasional,” kata komisioner Komnas HAM, Mohamad Choirul Anam, Senin (30/3/2020).
Darurat kesehatan nasional bertujuan untuk memastikan kondisi kesehatan masyarakat yang terancam oleh virus Corona. Darurat kesehatan nasional juga memuat kondisi sarana dan prasarana yang belum maksimal. Keadaan darurat kesehatan nasional berbeda tujuan dengan darurat sipil.
“Darurat sipil tujuannya tertib sipil yang biasanya untuk memastikan roda pemerintahan berjalan dan tertib sipil. Dari perspektif tujuan saja berbeda jauh,” tutur Choirul seperti dilansir detiknews.
Menurutnya, saat ini pemerintah masih berjalan baik, jadi darurat sipil tidak perlu ditetapkan Jokowi. Bahkan, perkembangan penanganan Covid-19 dinilainya menuju ke arah yang lebih baik, meski belum maksimal.
“Maka yang dibutuhkan adalah darurat kesehatan nasional. Tata kelolanya yang diperbaiki, misalkan platfrom kebijakan yang utuh dan terpusat, karena karakter COVID-19 membutuhkan kebijakan utuh dan terpusat,” kata Choirul.
LEBIH LANCAR
Melalui penetapan darurat kesehatan nasional, Komnas HAM berharap Jokowi langsung memimpin konsolidasi penanganan COVID-19, maka penanganan bakal lancar sampai daerah.
https://www.youtube.com/watch?v=RzWQ3_ThV08
Saksikan video-video terbaru lainnya hanya di Channel Youtube Digtara TV.
Jangan lupa, like comment and Subscribe.
Intinya, yang dibutuhkan adalah status darurat kesehatan nasional, bukan darurat sipil. Soalnya, darurat sipil berorientasi pada penertiban, bukan pada peningkatan fungsi layanan kesehatan.
“Tujuan darurat kesehatan adalah pada kerja-kerja kesehatan, bukan pada kerja penertiban. Misalkan mendorong keaktifan perangkat pemerintahan terkecil seperti RT dan RW termasuk Puskesmas menjadi garda komunikasi terdepan,” tuturnya.
Lain dengan darurat sipil, darurat kesehatan nasional bukanlah istilah hukum. Darurat sipil diatur dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Keadaan darurat sipil punya konsekuensi mengerikan bila ditetapkan. Yakni penguasa darurat sipil berhak mengadakan peraturan untuk membatasi percetakan, penerbitan, tulisan, dan gambar apapun.
Penguasa darurat sipil bisa menyuruh aparat untuk menggeledah tempat sekalipun pihak pemilik tempat tidak bersedia. Penguasa darurat sipil berhak menyita semua barang yang diduga mengganggu keamanan, hingga memeriksa badan dan pakaian tiap orang yang dicurigai. Serta, penguasa darurat sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah.
Penguasa darurat sipil berhak mengetahui semua berita dan percakapan telepon, melarang pemakaian kode hingga bahasa selain bahasa Indonesia, membatasi penggunaan alat telekomunikasi, dan menghancurkan alat telekomunikasi.
https://www.youtube.com/watch?v=cJHcINepyy8
Saksikan video-video terbaru lainnya hanya di Channel Youtube Digtara TV.
Jangan lupa, like comment and Subscribe.
[AS]