Anggota Brimob dan Polres Terdekat Siap Bantu Pengamanan di Flores Timur
digtara.com | KUPANG – Anggota polisi dari Brimob dan polisi umum baik dari Polres Sikka maupun Polres Ende digeser ke wilayah Flores Timur untuk memback up pengamanan pasca kejadian berdarah.
Baca Juga:
Kapolres Flores Timur, AKBP Deny Abrahams, SIK memimpin langsung pengamanan di lokasi sengketa. Dikonfirmasi Jumat (6/3/2020), Kapolres Flores Timur yang masih siaga di lokasi pertikaian mengaku kalau sebelumnya anggota Polres Flores Timur, Polsek Witihama dan Anggota TNI dari Kodim Flores Timur sudah diterjunkan ke lokasi sejak Kamis (5/3/2020).
“Yang back up dari Brimob Sikka, Brimob Ende dan Polres Sikka, yang merupakan Polres terdekat” tandas Kapolres Flores Timur.
Saat ini kondisi keamanan di wilayah tersebut mulai kondusif. “Kita tetap menghimbau masyarakat tenang dan jangan ada aksi balasan yang berlanjut,” tandasnya.
Polisi sudah memeriksa sejumlah saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti. Para korban pun divisum dan selanjutnya diserahkan ke pihak keluarga untuk proses lebih lanjut.
Dua kelompok warga terlibat bentrokan berdarah di Kecamatan Witihama, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (5/3/2020).
Yakni antara Suku Kwaelaga dan Suku Lamatokan. Konflik tersebut dilatarbelakangi sengketa lahan di Kebun Wulen Wata (Pantai Bani) di Desa Baobage, Kecamatan Witihama.
Akibat insiden itu, enam orang meninggal dunia. Dua orang dari suku Lamatokan dan empat orang dari suku Kwaelaga.
Korban dari suku Lamatokan berasal dari Desa Tobitika, Kecamatan Witihama dan satunya dari Desa Sandosi. Sementara korban dari Suku Kwaelaga semuanya berasal dari Desa Sandosi, Kecamatan Witihama.
Para korban meninggal dunia yakni Wilem Kewasa Ola (80) dari Desa Tobitika. Lalu Yosep Helu Wua (80), warga Desa Sandosi Kecamatan Witihama. Keduanya berasal dari suku Lamatokan.
Empat orang korban dari suku Kwaelaga yakni Moses Kopong Keda (80) dan Jak Masan Sanga (70). Lalu Yosep Ola Tokan (56) dan Seran Raden (56).
Sementara Suban Kian (69), warga Desa Sandosi, Kecamatan Witihama yang juga dari suku Kwaelaga berhasil melarikan diri.
Diperoleh informasi kalau kedua kelompok mendatangi lokasi kebun Wulen Wata dan langsung saling serang. Mereka memang diketahui sudah bersengketa atas lahan tersebut sejak tahun 1990-an.