Seorang Dokter Gigi di Sumbar Gagal Jadi CPNS Karena Disabilitas
digtara.com | PADANG – Seorang dokter gigi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, gagal menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS), hanya karena menjadi penyandang disabilitas. Padahal kondisi fisiknya dipastikan tidak akan mengganggu aktifitasnya sebagai seorang dokter gigi.
Baca Juga:
Sang dokter bernama Romi Sofpa Ismae. Ia gagal menjadi CPNS meski perolehan nilainya saat tes, berada pada ranking 1.
Tidak terima dengan keputusan itu, ia mengadu ke Presiden Jokowi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pengaduan dalam bentuk surat dilakukan untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara.
“(Saya) sudah berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Pemberdayaan Perempuan untuk mengembalikan hak-hak saya sebagai perempuan dan penyandang disabilitas,” kata Romi seperti dilansir DETIK, Rabu (24/7/2019).
Romi yang lulus tes dengan status peringkat 1 itu menyebut, surat telah dikirim pada Maret lalu. Namun, hingga kini belum ada respon. Baik dari Presiden, maupun dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA).
“Saya seorang dokter gigi pengguna kursi roda, mampu bekerja sesuai dengan Tupoksi seorang dokter,” kata Romi.
Berkirim surat ke Presiden merupakan salah satu langkah, sebelum adanya rencana mengajukan gugatan ke PTUN.
“Hak-hak saya dirampas begitu saja. Saya perlu memperjuangkannya,” kata Romi.
Romi bersama kuasa hukumnya dari LBH Padang kini sedang menyiapkan berkas gugatan ke PTUN. Mereka menggugat Pemda Kabupaten Solok Selatan, karena telah menganulir status kelulusan drg Romi sebagai CPNS. Selain perdata, Romi juga berencana menggugat secara pidana.
“Gugatan ke PTUN atau rencana gugatan secara pidana merupakan upaya terakhir, karena sebelumnya sudah dilakukan pendekatan atau mediasi, surat menyurat dan bahkan dialog yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi, tapi Pemkab Solok Selatan tidak memperhatikan usulan-usulan yang telah disampaikan berbagai pihak tersebut,” kata kuasa hukum Romi, Wendra Rona kepada Detikcom.
“Mereka bersikukuh dengan putusan yang telah dibuat dan tidak mau mengkoreksi kesalahan yang telah dilakukan,” tambah Wendra yang juga Ditektur LBH Padang.
[AS]