Dituding Gunakan Kekerasan, Cara BOPDT Kembangkan Danau Toba Dikecam
digtara.com | MEDAN – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh Polisi dalam tindakan yang disebut sebagai perampasan terhadap tanah adat milik Masyarakat Adat di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, pada Kamis 12 September 2019.
Baca Juga:
Informasi yang didapat dari Kelompok Studi Pengembangan dan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), menyebutkan bahwa Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) mengirim alat berat ke Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir.
BPODT bermaksud membangun jalan dari The Nomadic Kaldera Toba Escape menuju Batu Silali sepanjang 1900 m dan lebar 18 m. Pembangunan jalan tersebut merupakan bagian dari pengembangan industri pariwisata di Kawasan Danau Toba.
Menurut Sekretaris Eksekutif Bakumsu, Manambus Pasaribu menyatakan, ratusan masyarakat adat Sigapiton bersama KSPPM menghadang upaya memasukan alat-alat berat yang akan menggilas dan merampas hak-hak masyarakat adat atas wilayah adatnya. Bentrokan tak terhindarkan bahkan salah satu aktivis Pembela Hak Asasi Manusia, Rocky Pasaribu (staf KSPPM) mengalami luka di bagian mata kiri akibat pemukulan oleh aparat kepolisian.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa BPODT telah melanggar prinsip-prinsip Internasional sebagaimana tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat Internasional (UNDRIP) yang diadopsi oleh PBB pada 13 September 2007.
Dalam pasal 10 secara tegas menyatakan bahwa Masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayah mereka. Tidak boleh ada relokasi yang terjadi tanpa persetujuan bebas dan sadar, tanpa paksaan dari masyarakat adat yang bersangkutan, dan hanya boleh setelah ada kesepakatan perihal ganti kerugian yang adil dan memuaskan dan jika memungkinkan dengan pilihan untuk kembali lagi.
“Hal ini membuat legitimasi terhadap keberadaan BPODT perlu dipertanyakan kembali. Lembaga ini sama sekali belum menampakkan tanda-tanda memajukan pariwisata setelah lebih dari dua tahun beroperasi, malah menimbulkan ketegangan di masyarakat, memantik beragam konflik dan mempraktikkan kekerasan secara terbuka,”sebut Manambus dalam keterengan yang diterima digtara.com, Jumat (13/9/2019)
“Sementara lembaga ini beroperasi dengan uang negara yang bersumber salah satunya dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat, termasuk masyarakat adat Sigapiton yang akan diserobot tanah adatnya dan diperlakukan dengan kekerasan,”tambahnya.
Atas peristiwa yang terjadi, Bakumsu kata Manambus, menyatakan sikap mereka mengutuk tindakan BPODT yang merampas ruang hidup Masyarakat Adat Sigapiton. Mengecam pengerahan kekuatan dan tindakan yang berlebihan dari Kepolisian dalam penanganan konflik tanah Masyarakat Adat. Meminta Aparat Penegak Hukum agar bertindak professional dan proporsional serta Imparsial dalam melakukan pengamanan dalam aksi-aksi perjuangan Hak yang dilakukan oleh Masyarakat Adat.
“Kami juga meminta pemerintah untuk mengakui hak-hak masyarakat adat Sigapiton atas tanah adanya,”tandasnya.
[AS]